ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY N DI DESA KRANJI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2020
Pengarang : Dian Utami, Suparni, Fitriya
Kata Kunci   :Asuhan kebidanan, usia tua, plasenta previa
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator untuk mengetahui keberhasilan upaya kesehatan ibu dan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Target Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030 yaitu dengan menurunkan AKI sebanyak 70 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebanyak 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2018, h.111). AKI di Jawa Tengah mengalami penurunan dari 109,65 per 100.000 KH pada tahun 2016, menjadi 88,05 per 100.000 KH di tahun 2017 (Dinkes Jateng 2017, h. 36).
Penyebab tingginya AKI di Jawa Tengah disebabkan oleh penyebab kematian langsung seperti hipertensi 32,9%, perdarahan 30,37%, infeksi 4,34%, gangguan metabolisme 0,87% dan lain lain 19,09% (Dinkes Jateng 2017, hh. 35-37). Beberapa penyebab tidak langsung seperti kondisi tiga terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan empat terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering) (Maryunani 2016, h. 4).
Usia ibu hamil yang terlalu tua yaitu 35 tahun atau lebih memiliki risiko karena pada usia tersebut organ reproduksi telah mengalami penurunan fungsi, sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi pada saat kehamilan maupun persalinan, misalnya hipertensi dalam kehamilan, persalinan lama karena kontraksi yang tidak adekuat, perdarahan karena otot rahim tidak berkontraksi dengan baik dan kemungkinan terjadi kecacatan kongenital pada bayi karena kualitas ovum menurun (Astuti 2017 h. 141). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryani, Maroef dan Adilla tentang “Hubungan Usia Ibu Hamil Berisiko dengan Kejadian Preeklampsia/Eklampsia di RSU Haji Surabaya” terhadap 367 ibu hamil selama 1 tahun, ibu hamil usia lebih dari 35 tahun juga lebih banyak mengalami kejadian preeklampsia/ eklampsia dalam kehamilan yaitu 72,6% (Haryani, Maroef dan Adilla 2013, h. 28).
Ibu hamil yang berusia 35 tahun atau lebih dan para tiga atau lebih berisiko terjadi plasenta previa kira-kira 3 kali lebih besar dibandingkan para tiga atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun. Peningkatan umur ibu menjadi salah satu faktor terjadinya plasenta previa, hal ini disebabkan karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium yang menyebabkan aliran darah ke endometrium menjadi tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih besar dengan luas permukaan yang lebih lebar untuk mendapatkan aliran darah adekuat (Rohimah 2016, hh. 101-103). Hasil penelitian Pubowati dan Kartika tentang “Hubungan antara Usia Kehamilan terhadap Kejadian Plasenta Previa di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo” periode 1 September 2014 – 28 Februari 2015 terhadap 250 responden, menunjukkan bahwa 20 (64,2%) ibu hamil usia >35 tahun mengalami kejadian plasenta previa (Purbowati dan Kartika, 2015). Komplikasi yang dapat muncul dari plasenta previa antara lain perdarahan pada ibu dan kelahiran bayi premature (Ayu 2017, hh. 56-65).
Menurut Nugroho (2018, h. 204) ibu hamil dengan plasenta marginalis, plasenta previa lateralis dan plasenta letak rendah, jika usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan taksiran berat janin lebih dari 2500 gram diindikasikan persalinan pervaginam dan disiapkan terminasi perbadominal. Namun persalinan perabdominal dapat dilakukan pada ibu dengan indikasi medis ginekologik misalnya pada waktu dilakukan persalinan Sectio Caesarea (SC) dapat sekaligus melakukan sterilisasi (Forcepta dan Rodiani 2017, h. 14).
Pada persalinan sectio caesarea, saat masa nifas perlu dilakukan perawatan luka jahitan post SC (Nurjanah 2013, h. 46). Manuaba (2012) menyatakan bahwa perawatan nifas post SC juga perlu adanya pengawasan agar tidak terjadi komplikasi yang meliputi kesadaran ibu, mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital, profilaksis antibiotika dan mobilisasi.
Bayi baru lahir yang terlahir dari ibu risiko tinggi memiliki beberapa komplikasi yang kemungkinan akan terjadi, seperti bayi lahir premature, kelainan bawaan, bayi lahir dengan berat badan rendah, bayi dapat mengalami infeksi dan kematian (Mangkuji 2014, h. 48). Menurut Kemenkes RI (2017, h. 56) dalam mengurangi risiko kematian pada periode neonatal harus dilakukan kunjungan neonatal minimal 3 kali yaitu pada 6-48 jam pertama, 3-7 hari dan 8-28 hari.
Asuhan kebidanan komprehensif sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan derajat kesehatan bagi ibu dan bayinya serta upaya terintegrasi dan lengkap dengan intervensi seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan tetap dapat terjaga.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2020 menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil sebanyak 9944 orang. Data ibu hamil dengan usia >35 tahun di Kabupaten Pekalongan sebanyak 1.262 (12,7%) dan ibu hamil risiko tinggi di Puskesmas Kedungwuni I sebanyak 67 (14,7%) dari 931 ibu hamil. Data yang diperoleh dari RSIA Aisiyah Pekajangan didapatkan data pasien yang melakukan persalinan SC pada 3 bulan terakhir yaitu Oktober sampai dengan Desember 2019 sebanyak 206 (70,2%) dari 370 pasien seluruh persalinan dan data SC dengan indikasi plasenta previa sebanyak 2 (0,97%) pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny.N di Desa Kranji Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Tahun 2020”.
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2020 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |