Asuhan Kebidanan Komperhensif Pada Ny. N di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2015
Pengarang : Putri Perwitasari, Nina Zuhana, Risqi Dewi Aisy
Kata Kunci   :Asuhan Kebidanan Komprehensif
BAB IrnPENDAHULUANrnrnA. Latar Belakang rnMenurut WHO kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan tidak tergantung dari lama dan lokasi kematian disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya (Prawirohardjo 2009, hh.53-54). Masalah kematian maternal merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut banyak hal yaitu derajat kesehatan termasuk status kesehatan reproduksi dan status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan (Depkes RI 2008, h.6)rnAngka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan, indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. Angka kematian ibu saat ini masih tinggi, hampir setiap satu jam, bahkan satu menit ibu meninggal dunia karena komplikasi dalam kehamilan maupun persalinannya. Berdasarkan data Survey Demografi Kesehataan Indonesia (SDKI) menyebutkan bahwa terakhir tahun 2012 AKI Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup dan mengalami peningkatan dari data SDKI tahun 2007 dengan angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2013, hh.62-63).rnAngka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 berdasarkan laporan dari Kabupaten sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,1/100.000 kelahiran hidup, terdapat kematian ibu sebesar 24,74% terjadi pada waktu hamil, pada waktu persalinan sebesar 17,33%, dan waktu nifas 57,93% dan kematian maternal berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar 66,96%, kemudian pada kelompok umur >35tahun sebesar 26,67% dan pada kelompok umur <20 tahun sebesar 6,37% (Dinkes Prov. Jawa Tengah 2012, hh.13-14).rnPenyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Selain itu, keadaan ibu sejak pra-hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tak langsung kematian ibu antara lain adalah anemia, kurang energi kronis (KEK) dan keadaan “4 Terlalu†(Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu sering, Terlalu banyak). Masih cukup banyak ibu hamil di indonesia dengan faktor resiko 4 Terlalu, yaitu Terlalu tua hamil ( >35 tahun) sebanyak 27%, Terlalu muda (<20 tahun ) sebanyak 2.6%, Terlalu banyak (jumlah anak > 4) sebanyak 11,8%, Terlalu dekat (jarak antara kelahiran < 2 tahun) (Wisnu 2014, h.1).rnWanita yang terlalu muda hamil merupakan faktor tidak langsung kematian ibu yaitu usia kurang dari 20 tahun. Kehamilan kurang dari 20 tahun merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-35 tahun (Depkes RI 2008, h.10). usia kurang dari 20 tahun adalah usia dimana masih terjadi pertumbuhan dan perkembangan, sehingga jika pada usia dibawah 20 tahun hamil maka kebutuhan kalori dan zat gizi lainnya lebih besar dari perempuan diatas 20 tahun. Rata-rata kehamilan pada usia dibawah 20 tahun mengalami anemia, keguguran atau abortus, pertumbuhan janin terhambat, persalinan prematur, preeklampsia (keracunan kehamilan), gangguan his (kekuatan waktu mengajan) pada saat persalinan (Purnama 2014, h.7). rnPenyebab kematian ibu secara tidak langsung selain pada kehamilan muda disebutkan juga anemia. Menurut WHO kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% (gr/dl) sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di indonesia menunjukkan nilai yang tinggi, Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemia kehamilan 3,8 pada trimester I, 13,6 % pada trimester II, dan 24,8 % pada trimester III (Manuaba 2012, hh.237-238)rnAnemia disebut potential danger to mother and child ( potensial membahayakan ibu dan anak). Ibu hamil dengan anemia menyebabkan terjadinya abortus, partus prematur, bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kematian intrauterin, dan mudah terjadi infeksi, gangguan his (kekuatan waktu mengajan) dapat terjadi pada ibu bersalin dengan anemia sehingga menyebabkan kala I dan II dalam persalinan berlangsung lama, anemia juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan kala IV karena sub involusi uteri, kehilangan darah yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia post partum (Manuaba 2012, hh.237-240). rnPenyebab paling besar anemia adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia merupakan penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen yang disebabkan oleh penurunan jumlah sel darah merah atau berkurangnya konsentrasi hemoglobin dalam sirkulasi darah. Dalam kehamilan, terjadi peningkatan plasma yang mengakibatkan meningkatnya volume darah ibu, peningkatan tersebut tidak mengalami keseimbangan dengan jumlah sel darah merah, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin (Husin 2014, h.158). Terjadi hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu (Manuaba 2012, h.238). Menurut Manuaba (2012, h.240) pengaruh anemia pada kehamilan dapat menyebabkan ketuban pecah dini (KPD) dan pada masa nifas dapat menyebabkan anemia nifas.rnKetuban pecah dini dapat secara teknis didefinisikan sebagai pecah ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun dalam praktik dan dalam penelitian, ketuban pecah dini didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. Interval ini disebut periode laten dan dapat terjadi kapan saja dai 1 sampai 12 jam atau lebih. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan (Manuaba 2010, h.281). Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7% sampai 17%, bergantung pada lama periode laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis (Varney 2008, h.789). Masa laten merupakan interval antara KPD dan dimulainya persalinan. Menurut Norwirtz dan Schorge (2007, hh.118-119) menyatakan bahwa 50% ibu mengalami KPD pada usia keamilan aterm (cukup bulan) akan mengalami proses persalinan dalam waktu 12 jam.rnAngka kejadian KPD di Indonesia sekitar 39,1% pada tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2009 di Provinsi Jawa Tengah kasus ketuban pecah dini sebesar 52 kasus (4,68%) (Depkes RI, 2013). Kejadian ketuban pecah dini apat menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan dry labour (partus lama), infeksi puerperalis (masa nifas) dan dapat pula menimbulkan perdarahan pada masa nifas.rnJumlah anemia pada ibu hamil di Kabupaten Pekalongan mencapai 2234 (13,70%) dari 16310 sasaran ibu hamil pada tahun 2014 (Dinkes. Kab. Pekalongan, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2014 di puskesmas Wonopringgo terdapat 57 (7,31 %) dari 780 sasaran ibu hamil mengalami anemia dalam kehamilan. Desa Kwagean terdapat 9 (34,6 %) dari 26 sasaran ibu hamil yang mengalami anemia pada tahun 2014 sampai bulan februari. Dan dari 26 ibu hamil terdapat 1 ibu hamil yang usianya <20 tahun. Berdasarkan data dari RSUD Kajen tahun 2015 selama bulan Januari hingga Maret 2015 jumlah persalinan yaitu 270 persalinan, dengan jumlah KPD sebanyak 24,4%.rnHal tersebut melatar belakangi penulis untuk membuat Laporan Tugas Akhir asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan Komperhensif Pada Ny. N di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2015â€rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |