Image Description

Publikasi

Karya Ilmiah Mahasiswa

Pencarian Spesifik

Kunjungan

Web Analytics

Detail Record


Kembali Ke sebelumnya

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.N DI DESA RENGAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2018


Pengarang : Nadia Milatina, Risqi Dewi Aisyah


Kata Kunci   :ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.N DI DESA RENGAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2018

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah pada Tahun 2016 yaitu 109,65 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu mengalami penurunan yaitu 111,16 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes 2016, h.14).rnKematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskular (Prawirohardjo 2009, h.54). rnPenyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu kriteria 4 terlalu, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun). Di Provinsi Jawa Tengah sebesar 63,12% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar 22,92%, dan pada waktu persalinan sebesar 13,95%. Penyebabnya yaitu 33,22% perdarahan, 27,08% hipertensi, 4,82% infeksi, 13,29% gangguan sistem peredaran darah, 0,33% gangguan metabolisme dan 21,26% lain-lain. Sedangkan berdasarkan kelompok umur > 35 tahun kematian maternal sebesar 29,07% (Kemenkes 2016, hh.15-16).rnPada wanita usia diatas 35 tahun pasti dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya seperti kondisi fisik ibu hamil, penurunan kondisi rahim, dan penurunan kondisi otot-otot panggul. Kehamilan usia 35 tahun keatas memiliki tingkat risiko lebih berat dari pada kehamilan muda. Pada usia tersebut, ibu juga mengalami risiko tinggi keguguran yang lebih besar. Ibu hamil diatas 35 tahun menjadi masalah karena dengan bertambahnya umur dan adanya kehamilan membuat ibu memerlukan ekstra energi untuk kehidupanya dan juga kehidupan janin yang sedang dikandung. Selain itu pada proses kelahiran dibutuhan tenaga yang lebih besar lagi ditambah dengan adanya kelenturan dari jalan lahir dan keelastisanya juga semakin berkurang serta dapat mempengaruhi subinvolusi pada masa nifas sehinggga tidak normal, hal ini yang menyebabkan ibu usia diatas 35 tahun sangat berisiko (Proverawati 2009, h.57).rn Risiko yang dapat terjadi pada ibu hamil usia diatas 35 tahun salah satunya yaitu perdarahan yang dapat membahayakan ibu dan bayinya. Perdarahan dalam kehamilan ada beberapa macam seperti abortus, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, plasenta previa, solusio plasenta. Sedangkan perdarahan pada persalinan dan setelah bayi lahir bisa dikarenakan ruptur uteri, atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan dinding vagina (Saifuddin 2009, h.145). Dari kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap kehamilan dengan faktor risiko tinggi akan menghadapi ancaman morbiditas atau mortalitas ibu dan janin, baik dalam kehamilan, persalinan maupun nifas. Karena kasus-kasus risiko tinggi melibatkan dua nyawa, penanganan kasus-kasus tersebut haruslah dipertimbangkan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya (Sofian 2012,h.155).rn Salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian ibu hamil adalah Anemia. Ibu hamil dianggap sebagai salah satu kelompok rentan mengalami anemia, meskipun jenis anemia pada kehamilan umumnya bersifat fisiologis. Anemia tersebut terjadi karena peniningkatan volume plasma yang berakibat pengenceran kadar Hbnya di bawah 11,0 g/dL. Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%, ibu nifas sebesar 45,1%. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 85%, presentasi ini mengalami pemigkatan dibandingkan pada tahun 2011 yang sebear 83,3%. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian anemia masih tinggi (Kemenkes RI 2013).rnKeadaan anemia akan meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian perinatal meningkat. Selain itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wania yang anemis dan berakibat fatal. Kondisi tersebut disebabkan karena asupan zat besi yang kurang, adanya infeksi parasit dan interval kehamilan yang pendek. Keadaan anemia sering menyebabkan ibu jatuh dalam kondisi mudah lelah, kekuatan fisik menurun, timbulnya gejala kardiovaskuler, predisposisi infeksi masa nifas, dan risiko gangguan penyembuhan luka. (Proverawati 2011, h.119). rnMasalah yang dapat terjadi pada ibu hamil salah satunya yaitu kehamilan serotinus dan malpresentasi (Prawirohardjo 2009, h.389). Kehamilan serotinus mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal. Risiko bagi ibu dengan serotinus dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat (Widayati 2017). Berdasarkan data Dinas kesehatan kabupatan Pekalongan 21,6% ibu hamil di Kapubaten Pekalongan mengalami serotinus (Dinkes Kabupaten Pekalongan 2017).rnBahaya pada kehamilan serotinus salah satunya adalah insufiensi plasenta, gawat janin dan asfiksia, dengan adanya bahaya tersebut persalinan pada kehamilan serotinus bisa di pertimbangkan. Persalinan bisa dilakukan spontan dan tindakan operatif. Persalinan spontan dapat di tunggu dengan pengawasan ketat apabila tidak ada tanda-tanda insufiensi plasenta dan gawat janin. Sedangkan tindakan operatif misalnya seksio sesarea karena adanya pertimbangan indikasi tertentu dengan risiko yang mungkin terjadi seperti gawat janin, perdarahan dan infeksi. Tindakan operatif tersebut biasanya berlangsung singkat tanpa komplikasi (Saifuddin 2009, h.532).rnMalpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim, bukan belakang kepala. Apabila janin dalam keadaan malpresentasi hingga persalinan, maka dapat terjadi persalinan yang lama atau bahkan macet. Sebagian besar presentasi bokong akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur kehamilan 34 minggu (Prawirohardjo 2009, hh.581-588). Hal ini karena, sampai usia kehamilan kira-kira 32 minggu kavum amnii relatif besar dan air ketuban relatif lebih banyak dibanding dengan besarnya janin sehingga dinding uterus tidak mendekati janin (Prawirahardjo 2009, h.205).rnBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harjanti (2015) di salah satu Rumah Sakit di Jawa Tengah terdapat 1,7% ibu hamil mengalami letak sungsang pada kehamilanya. Kehamilan dengan letak sungsang perlu dilakukan tindakan posisi knee chest untuk mengatasi masalah pada kehamilan letak sungsang. Salah satu penyebab letak sungsang adalah multiparitas. Hal ini karena ibu yang telah melahirkan banyak anak, sehingga rahimnya sudah sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga usia kehamilan 37 minggu dan dapat berlangsung hingga persalinan (Sukarmi 2014, h.72).rnAsuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Salah satu kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal yaitu menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin, memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan bayinya berada dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak dini komplikasi pascapersalinan dan mengambil tindakan yang sesuai dengan kebutuhan (Prawirohadjo 2009, h.335).rnPeriode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial (Prawirohardjo 2009, h.357). Pada masa nifas penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi khususnya masa nifas dengan tindakan seksio sesarea. Ibu nifas dengan tindakan sectio sesarea perlu dilakukan pemantauan hemoglobin darah karena setelah melahirkan ibu mengalami kehilangan darah yang cukup banyak karena dapat menyebabkan anemia. Anemia pada masa nifas juga dapat memicu infeksi masa nifas. Infeksi lain adalah infeksi sayatan bedah luka operasi karena kontaminasi langsung dari sayatan dengan organisme pada rongga uterus pada saat pembedahan. Untuk pencegahan infeksi tersebut diperlukan perawatan bekas operasi yang steril dan personal hygiene yang baik (Saifuddin 2009, h.415).rnPeriode neonatal merupakan periode paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembanfan bayi karena pada periode ini terjadi transisi dari kehidupan dalam kandungan yang merupakan perubahan dratis. Pada bayi dengan riwayat kehamilan lewat bulan memerlukan perhatian dan perawatan khusus. Hal ini dapat dipahami karena pada waktu kelahiran, bayi baru lahir mengalami sejumlah adaptasi. Bayi ini membutuhkan pemantauan ketat dari masa transisi dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim, penanganan bayi serotinus yang kurang baik dapat menyebabkan kelainan atau gangguan yang menyebabkan sindrom postmaturitas, penurunan berat badan, cacat bawaan, bahkan kematian, deteksi dini kelainan pada bayi serotinus juga diperlukan untuk mencegah kelainan atau gangguan yang berlebihan (Saputra 2014, hh.7-15).rnPuskesmas Kedungwuni II merupakan salah satu Puskesmas di Kebupaten Pekalongan. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan menunjukan bahwa tahun 2017 terdapat ibu hamil sebanyak 17.300 ibu hamil dari 27 Puskesmas di Kabupaten Pekalongan, ibu hamil yang terdeteksi risiko tinggi sebanyak 42,7% dan yang mengalami anemia Hb < 8mg/dl sebanyak 3,2% dan anemia Hb < 11 mg/dl sebanyak 56,1%, dan ibu hamil mengalami serotinus sekitar 6,8%. Di Puskesmas Kedungwuni II ada 930 ibu hamil, ibu hamil yang terdeteksi risiko tinggi sebanyak 40,4%, ibu hamil yang mengalami anemia Hb < 8 mg/dl sekitar 2,7% dan anemia Hb < 11 mg/dl sebanyak 93,5%. Hal ini menunjukan angka kejadian risiko tinggi kehamilan dan anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni II masih tinggi (Dinkes Kabupaten Pekalongan 2017)rnIbu hamil di Wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II mengalami serotinus sekitar 3,9%. Sedangkan Data rekam medik di RSIA Aisyiyah dari bulan januari sampai April 2018 2,7% mengalami serotinus dari 481 ibu bersalin di RSIA Asyiyah. Hal ini menunjukan bahwa angka kejadian serotinus di Wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II tidak banyak. Namun, karena kehamilan serotinus mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm terutama pada kematian perinatal, Bidan harus memberikan penanganan yang tepat untuk mencegah hal yang tidak di inginkan.rnBerdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik membuat Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny.N di Desa Rengas wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan tahun 2018”rn

Referensi

-


Properti Nilai Properti
Organisasi Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Email [email protected]
Alamat Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan
Telepon (0285) 7832294
Tahun 2018
Kota Pekalongan
Provinsi Jawa Tengah
Negara Indonesia