ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY. S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI WISMA SUBADRA RSJ PROF DR SOERODJO MAGELANG
Pengarang : Ika Fitri Nurjanah, Nurul Aktifah, Mokhamad Arif
Kata Kunci   :Jiwa
Kesehatan jiwa di zaman modern saat ini bukan perkara yang mudah untuk diatasi. Semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan sosial yang semakin berkembang dapat mengakibatkan semakin banyak masalah yang harus dihadapi dan diatasi secara fisik maupun psikologi, maka individu dituntut agar tetap krisis dan menyesuaikan diri terhadap perubahan, untuk itu diperlukan kesiapan psikis dan mekanisme koping positif agar dapat menyesuaikan diri di zaman modern saat ini. Individu yang menganggap perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan sosial saat ini sebagai ancaman bagi dirinya dan tidak efektifnya mekanisme koping yang digunakan, maka dapat terjadi stress yang berkepanjangan dan selanjutnya dapat terjadi gangguan jiwa. Hal ini tampak pada meningkatnya penderita gangguan jiwa di masyarakat dan sarana kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan jiwa seperti rumah sakit jiwa dan dinas sosial.rnWorld Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Sehat menurut UU. No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan pengertian kesehatan jiwa adalah perasaan sehat ataupun bahagia dalam diri kita yang mampu menghadapi tantangan hidup ini dalam keadaan apapun, serta dapat bersikap positif baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Jadi, kesehatan jiwa bisa meliputi : bagaimana perasaan seseorang terhadap dirinya, terhadap orang lain dan juga ia bisa mengatasi stres yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diketahui bahwa kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang termasuk diri kita sendiri (Hendra, 2007, h 4).rnKesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan pada umumnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Disability Adjusted Life Year (DALY), dimana masalah kesehatan jiwa berada pada urutan ketiga (10%) setelah penyakit infeksi dan parasit (22,9%) serta kecelakaan (11%) yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan (WHO, 1999 dalam Keliat 2003 dalam Hendra, 2007, h 4).rnRiskesdas (2013, h 125) menunjukan angka rata-rata gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebesar 0,17% atau sekitar 400.000 orang. Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Indonesia, Prof Akmal Taher, mengatakan “belum termasuk penderita gangguan jiwa ringan seperti cemas dan depresi yang mencapai 14 juta penduduk. Dan mereka yang ketahuan berobat ke fasilitas kesehatanâ€. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi Rumah Tangga (RT) yang pernah memasung Asisten Rumah Tangga (ART) gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk indonesia 6,0%. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. rnMelihat data yang diperoleh dari RSJ Prof. dr Soeroyo Magelang jumlah pasien dengan gangguan jiwa pada tahun 2010 berjumlah 3596 pasien, pada tahun 2011 berjumlah 3974, pada tahun 2012 berjumlah 4141, pada tahun 2013 berjumlah 4451, pada tahun 2014 berjumlah 9.250 pasien, dan jumlah penderita gangguan jiwa pada periode bulan Januari sampai November tahun 2015 adalah 10.591 pasien. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2010 sampai tahun 2015 jumlah penderita gangguan jiwa selalu mengalami peningkatan. Khususnya di Wisma Subadra, jumlah penderita gangguan jiwa pada periode bulan Januari sampai Oktober 2015 adalah 307 pasien diantaranya adalah dengan masalah keperawatan Halusinasi sebanyak 232 pasien, Resiko Perilaku Kekerasan 32 pasien, Perilaku Kekerasan 14 pasien, Harga Diri Rendah 8 pasien, Defisit Perawatan Diri 8 pasien, Waham 5 pasien, Isolasi Sosial 4 pasien, Resiko Bunuh Diri 3 pasien dan Gangguan Proses Pikir pikun 1 pasien. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa di Wisma Subadra masalah keperawatan terbanyak adalah Halusinasi.rnHalusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang menimbulkannya atau tidak ada objek (Sunardi, 2005). Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiological yang maladaptif (Stuart and Sundeer, 1998). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengn perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Budi Anna, 2009, h 109). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa halusiasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (Ermawati et al,2009).rnJurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 2, 2014 menjelaskan, salah satu keperawatan yaitu mengidentifikasi halusinasi yang muncul (isi, jenis, durasi, situasi dan respon), mengontrol halusinasi dengan menghardik atau mengusir, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan dan minum obat dengan teratur, serta melakukan terapi aktivitas stimulasi persepsi (Fortinash, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caroline, Keliat, & Sabri (2008) bahwa penerapan standar asuhan keperawatan klien halusinasi dalam mengontrol halusinasi akan mempengaruhi kemampuan kognitif dan psikomotor klien, sehingga klien halusinasi akan mengalami penurunan terhadap intensitas tanda dan gejala halusinasi yang muncul.rnPasien dengan halusinasi beresiko mengalami resiko perilaku kekerasan, perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, agitasi, menarik diri atau kakatonik, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang. Oleh karena hal tersebut penting bagi pasien dengan halusinasi untuk dilakukan penanganan pengobatan dan tindakan keperawatan (Herman, 2011, h 112).rnMelihat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun penderita gangguan jiwa semakin meningkat khususnya Halusinasi, kasus terbanyak yang mendominasi di sarana kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan jiwa seperti di RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang. Berdasarkan data yang di peroleh dari RSJ Prof dr Soerojo magelang dan banyaknya penderita gangguan jiwa di masyarakat dengan masalah keperawatan Halusinasi, maka penulis tertarik untuk membahas studi kasus tentang “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Masalah Keperawatan Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Wisma Subadra RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelangâ€.rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2016 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |