Image Description

Publikasi

Karya Ilmiah Mahasiswa

Pencarian Spesifik

Kunjungan

Web Analytics

Detail Record


Kembali Ke sebelumnya

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA Tn. S DI RUANG ANTAREJA RSJ PROF. dr. SOEROJO MAGELANG


Pengarang : Febryan Gantang Ramadhany, Nurul Aktifah, Yuni Sandra Prati


Kata Kunci   :ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

BAB IrnPENDAHULUANrnA. Latar BelakangrnKesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videback, 2008, dalam Prabowo, 2014, h. 1). Ciri - ciri individu yang sehat meliputi menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stres kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama dengan orang lain (Keliat, dkk, 2011, h. 1). rnFaktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dewasa) yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti perkembangan jaman untuk menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan.rnPenderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46% dari jumlah penduduknya. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat (Riset kesehatan dasar, 2007). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta (Riskesdas, 2013).rnPrevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 persen. Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan. Dan mudah diduga, salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski tidak selalu adalah kesulitan ekonomi ( Riskesdas, 2013 ).rnGangguan jiwa mengakibatkan bukan saja kerugian ekonomis, material dan tenaga kerja, akan tetapi juga penderitaan yang sulit digambarkan bagi penderitanya, maupun bagi keluarganya dan orang yang dicintainya, yaitu seperti kegelisahan, kecemasan, keputus-asaan, kekecewaan, kekhawatiran dan kesedihan yang mendalam. Akibat yang dapat ditimbulkan jika keadaan tersebut tidak ditangani yaitu akan menyebabkan timbulnya respon maladaptive seperti menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perilaku kekerasan serta bunuh diri.rnPrevalensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang ada (Balitbangkes, 2008). Sedangkan pada tahun 2009, berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami gangguan jiwa ke pelayanan kesehataan baik puskesmas, rumah sakit, maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya terdapat 1,3 juta orang yang melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak 4,09 % ( Profil Kesehatan Kab/ Kota Jawa tengah Tahun 2009 ).rnData yang telah di rekap oleh RSJ Prof. dr Soeroyo Magelang menunjukan jumlah pasien dengan gangguan jiwa pada tahun 2010 berjumlah 3596 jiwa, jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya, pada tahun 2014 saja berjumlah 9.250 jiwa, sedangkan jumlah penderita gangguan jiwa pada periode bulan Januari sampai November tahun 2015 adalah 10.591 jiwa. Setiap tahun penderita gangguan jiwa selalu di dominasi dengan masalah keperawatan halusinasi. Khususnya di Wisma Antareja RSJ Prof. Dr Soeroyo, jumlah penderita gangguan jiwa dengan masalah keperawatan halusinasi pada periode bulan Januari sampai Oktober 2015 adalah 159.rnHalusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Budi Anna, 2009, h 109). rnMelihat latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas studi kasus tentang “Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Masalah Keperawatan Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Wisma Antareja RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang”.rnBAB IIrnrnKONSEP DASARrnrnA. PengertianrnHalusinasi pendengaran adalah halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai pasien, pasien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang melakukan hal yang berbahaya (Dalami, dkk, 2009, h.19). Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi yang seolah-olah mendengar suara, padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada. Suara yang terdengar dapat berupa suara manusia, hewan, musik, barang, mesin, dan suara kejadian alami (Sunaryo, 2014, h.102).rnMelihat beberapa teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa halusinasi pendengaran adalah persepsi pasien yang seolah-olah mendengar suara, padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada, suara yang didengar oleh pasien dimana pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang sampai membahayakan diri pasien.rnB. Rentang ResponrnRentang respon menurut Stuart and Sundeen (1998, dalam Dalami, dkk, 2009, h.22) dapat digambarkan sebagai berikut:rnrnRentang Respon Neurobiologisrnrn Respon Adaptif Respon Maladaptifrn rnrnPikiran logis rnPersepsi akuratrnEmosi konsistenrnPerilaku Sosialrn Pikiran kadang menyimpangrnIlusirnEmosional berlebihanrn Kelainan pikiranrnHalusinasirnKetidakmampuan mengatur emosirnrnHubungan sosial Perilaku ganjilrnMenarik diri KetidakteraturanrnIsolasi SosialrnBagan 1.1 Rentang Respon Neurobiologis menurut Stuart and Sundeen (1998 dalam Dalami, dkk, 2009, h.22)rnMengacu pada gambar rentang respon neurobiologis diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: rn1. Rentang respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku. rna. Pikiran Logis rnPandangan yang mengarah pada kenyataanrnb. Persepsi Akurat rnPandangan yang tepat pada kenyataanrnc. Emosi Konsisten dengan pengalaman rnPerasaan yang timbul dari pengalaman ahli rnd. Perilaku Sosial rnSikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaranrne. Hubungan Sosial rnProses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkunganrn2. Rentang Respon Psikososial rna. Proses Pikir TerganggurnProses pikir yang menimbulkan gangguanrnb. IlusirnPenilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indrarnc. Emosi berlebihan atau berkurangrnEmosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuairnd. Perilaku tidak biasarnSikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaranrne. Menarik DirirnPercobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain rn3. Rentang respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.rna. Kelainan PikiranrnKeyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosialrnb. HalusinasirnMerupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak adarnc. Kerusakan proses emosirnPerubahan sesuatu yang timbul dari hatirnd. Perilaku tidak terorganisirrnMerupakan suatu perilaku yang tidak teraturrne. Isolasi sosialrnKondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.rnC. Jenis-Jenis HalusinasirnJenis-jenis halusinasi halusinasi menurut Stuart dan Sundeen (1998, dalam Dalami, dkk, 2009, h.19-20) adalah :rn1. Halusinasi pendengaranrnHalusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai pasien, pasien mendengar orang sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu dan kadang kadang melakukan hal yang berbahaya.rn2. Halusinasi penglihatan rnHalusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometris, gambar kartun dan panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.rn3. Halusinasi penghidurnHalusinasi yang seolah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan seperti darah, urin atau feses. Halusinasi penghidu khususnya berhubungan dengan stroke, kejang dan dimensia.rn4. Halusinasi pengecapanrnHalusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti darah, urin, feses.rn5. Halusinasi perabarnHalusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.rnD. Fase-Fase Dalam HalusinasirnFase-fase dalam halusinasi menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Prabowo, 2014, h.130) yaitu:rn1. Fase I ( Comforting )rnKarakteristik pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Perilaku pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.rn2. Fase II ( Condeming )rnKarakteristik pasien pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Pasien terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.rn3. Fase III ( Controling )rnPasien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Perilaku pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.rn4. Fase IV ( Conquering )rnPengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi.Perilaku pasien mengalami perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.Kondisi pasien sangat membahayakan.rnE. EtiologirnPenyebab dari halusinasi adalah gangguan otak (kerusakan pada otak, keracunan, obat halusinogenik), gangguan jiwa seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, dan psikosis sehingga menimbulkan halusinasi dan pengaruh sosial budaya (sosial budaya yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang berasal dari sosial budaya yang berbeda) (Sunaryo, 2014, h.101-102).rnF. Manifestasi KlinisrnTanda dan gejala dari halusinasi pendengaran menurut (Keliat, 2010, h.113) adalah :rnDari data objektif: bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga, sedangkan untuk data subjektif: mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara memerintah melakukan sesuatu yang berbahaya. rnG. Komunikasi TerapeutikrnKomunikasi terapeutik adalah proses penyampaian pesan, makna dan pemahaman perawat untuk memfasilitasi proses penyembuhan pasien (Murwani & Istichomah, 2009, h.17). Manfaat dari komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien mengindentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat ( Musliha & Siti Fatmawati, 2010, h.113). Tujuan Komunikasi Terapeutik menurut Musliha (2009, dalam Prabowo, 2014, h.60), menyebutkan tujuan dari komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan dan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri. rn1. Unsur-unsur Komunikasi TerapeutikrnModel struktur dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut: komunikator, komunikan, massage, umpan balik, dan konteks (Prabowo, 2014, h.60).rn2. Tahapan Komunikasi TerapeutikrnTahapan komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W (1998, dalam Prabowo, 2014, h.65-70) menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja,dan tahap terminasi.rna. Tahap Persiapan / Pra-interaksirnDalam tahap pra-interaksi perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang pasien sebagai lawan bicaranya, kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien.rnb. Tahap Perkenalan / OrientasirnPerkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada pasien, dengan memperkenalkan diri berarti perawat telah bersikap terbuka pada pasien danakan mendorong pasien untuk membuka diri. Tujuan tahap perkenalan adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.rnc. Tahap KerjarnTahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan pikiran dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan nonverbal yang disampaikan oleh pasien. Perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasi. Di bagian akhir diharapkan perawat mampu menyimpulkan percakapan dengan pasien.rnd. Tahap TerminasirnTerminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan pasien.rn3. Teknik-Teknik Komunikasi TerapeutikrnTeknik-teknik komunikasi terapeutik yang dapat diterapkan pada pasien (Musliha & Siti, 2010, h.123-125) :rna. Mendengarkan dengan penuh perhatian rnb. Menunjukkan penerimaanrnc. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan rnd. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendirirne. Mengklasifikasirnf. Memfokuskanrng. Menyatakan hasil observasirnh. Menawarkan informasirni. Diam rnH. Asuhan Keperawatanrn1. Pengkajianrna. Faktor PredisposisirnFaktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi menurut Yosep (2009, dalam Prabowo, 2014, h.132) adalah:rn1) Faktor Perkembangan rnTugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kacil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang terhadap stress.rn2) Faktor SosiokulturalrnSeseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. rn3) Faktor BiokimiarnMempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. rn4) Faktor PsikologisrnTipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.rn5) Faktor Genetik dan Pola AsuhrnPenelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Faktor keluarga memiliki hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.rnrnb. Faktor PresipitasirnFaktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi menurut Jallo (2008, dalam Prabowo, 2014, h.132-133) adalah:rn1) BiologisrnGangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak diinterpretasikan. rn2) Stress lingkunganrnAmbang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.rn3) Sumber kopingrnSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress.rnrn2. Pohon MasalahrnRisiko perilaku mencederai diri ….………… EffectrnrnGangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran ……Core ProblemrnrnrnIsolasi sosial: Menarik Diri ……………….. CausarnBagan 1.2 Pohon Masalah (Keliat, 2006, h. 45).rnrna. Masalah KeperawatanrnMasalah keperawatan halusinasi pendengaran yang mungkin muncul (Keliat, 2006, h.46) adalah sebagai berikut:rn1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaranrn2) Risiko perilaku mencederai dirirn3) Isolasi sosial : menarik dirirn3. Diagnosa KeperawatanrnDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada halusinasi pendengaran berdasarkan pohon masalah diatas adalah :rna. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaranrnb. Isolasi sosial : menarik dirirnc. Resiko perilaku mencederai dirirn4. Intervensi KeperawatanrnTujuan intervensi keperawatan untuk klien dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran adalah sebagai berikut:rna. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.rnb. Klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya.rnc. Klien dapat mengontrol halusinasinya.rnd. Klien dapat mengikuti program pengobatan secara optimal.rnTindakan penatalaksanaan keperawatan jiwa pada pasien yang mengalami gangguan halusinasi dapat dilakukan dengan cara (Budi dkk, 2007, h 50): rna. Membina hubungan saling percayarn1) Bina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutikrn2) Sapa klien dengan ramahrn3) Tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukairn4) Jelaskan tujuan pertemuanrn5) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanyarn6) Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klienrnb. Klien dapat mengenali halusinasirn1) Adakan kontak mata secara sering dan singkat secara bertahaprn2) Observasi perilaku verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasinyarn3) Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawatrn4) Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasirn5) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi munculrn6) Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasirn7) Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien dengan mengungkapkan perasaannya.rnc. Klien dapat mengontrol halusinasirn1) Identifikasi bersama klien tindakan yang biasanya dilakukan jika halusinasi muncul:rna) Menghardik halusinasirnb) Temui perawat atau teman, atau anggota keluarga)rnc) Membuat jadwal kegiatan sehari-harirnd) Membantu klien untuk minum obat secara teraturrne) Meminta keluarga atau teman atau perawat menyapa klien jika tampak bicara sendirirn2) Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang positifrn3) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasirn4) Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasirn5) Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasirn6) Beri pujian atau reinforcement positif terhadap pilihan yang benarrn7) Diskusikan bersama klien hasil yang telah dilakukan.rnd. Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfatkan sistem pendukung untuk mengendalikan halusinasirn1) Membina hubungan saling percaya dengan keluarga ( ucapkan salam, perkenalan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi perasaan)rn2) Diskusikan dengan keluarga tentang :rna) Perilaku halusinasirnb) Akibat yang akan terjadi jika perilaku halusinasi tidak ditanggapirnc) Cara keluarga menghadapi klien halusinasirnd) Cara keluarga merawat klien halusinasirn3) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk mengontrol halusinasinya.rne. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.rn1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian bila tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.rn2) Pantau klien saat penggunaan obat.rn3) Beri pujian bila lien menggunakan obat dengan benar.rn4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.rn5) Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal yang tidak diinginkan.rn5. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsirn Pengertian menurut Keliat (2006, h 20), TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.rn Aktivitas TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi dilakukan lima sesi yang melatih kemampuan klien dalam mengontrol halusinasinya. Kelima sesi tersebut akan peneliti paparkan dalam pedoman pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi sebagai berikut (Azizah, 2011, h 255 – 270) :rna. Sesi 1 mengenal halusinasirn1) Tujuanrna) Klien dapat mengenal halusinasi.rnb) Klien mengenal waktu terjadinya halusinasirnc) Klien mengenal situasi terjadinya halusinasirnd) Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.rn2) Settingrna) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.rnb) Ruangan nyaman dan tenang.rn3) Alatrna) Spidolrnb) Papan tulis/whiteboard/flipchartrn4) Metoderna) Diskusi dan tanya jawabrnb) Bermain peran/simulasirn5) Langkah kegiatanrna) Persiapanrn(1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasirn(2) Membuat kontrak dengan klienrn(3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuanrnb) Orientasirn(1) Salam terapeutik.rn(a) Salam dari terapis kepada klienrn(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)rn(c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).rn(2) Evaluasi/validasi : Menanyakan perasaan klien saat inirn(3) Kontrakrn(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.rn(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :rn(i) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.rn(ii) Lama kegiatan 45 menit.rn(iii) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.rnc) Tahap kerjarn(1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi.rn(2) Terapis meminta klien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi yang membuat terjadi, dan perasaan klien pada saat terjadi halusinasi. Mulai dari klien yang sebelah kanan, secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.rn(3) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.rn(4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan klien dari suara yang biasa didengar.rnd) Tahap terminasirn(1) Evaluasirn(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKrn(b) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.rn(2) Tindak lanjutrn(a) Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaannya jika terjadi halusinasi.rn(3) Kontrak yang akan datangrn(a) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi.rn(b) Menyepakati waktu dan tempatrn6) Evaluasi dan dokumentasirna) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Halusinasi sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengenal isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, dan perasaan saat terjadi halusinasi. Formulir evaluasi tersedia pada lampiran berikutnya.rnb) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul), waktu (pukul 9 malam), situasi (jika sedang sendiri), perasaan (kesal dan geram).Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang timbul dan menyampaikan kepada perawat.rnb. Sesi 2 mengontrol halusinasi dengan menghardik.rn1) Tujuanrna) Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi halusinasi.rnb) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.rnc) Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.rn2) Settingrna) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.rnb) Ruangan nyaman dan tenang.rn3) Alatrna) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchartrnb) Jadwal kegiatan klienrn4) Metodarna) Diskusi dan tanya jawab.rnb) Bermain peran/simulasi.rn5) Langkah kegiatanrna) Persiapanrn(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang mengikuti TAK stimulasi persepsi: halusinasi sesi 1.rn(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.rnb) Orientasirn(1) Salam terpaeutikrn(a) Salam dari terapis kepada klien.rn(b) Klien dan terapis memakai papan nama.rn(2) Evaluasi/validasi.rn(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.rn(b) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi : isi, waktu, situasi, dan perasaan.rn(3) Kontrak.rn(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol halusinasi.rn(b) Menjelaskan aturan main berikut :rn(i) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.rn(ii) Lama kegiatan 45 menit.rn(iii) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.rnc) Tahap kerja :rn(1) Terapis meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.rn(2) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita.Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat halusinasi muncul.rn(3) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu : “Pergi, jangan ganggu saya”, “Saya mau bercakap-cakap dengan…”.rn(4) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik halusinasi dimulai dari klien di sebelah kiri terapis berurutan searah jarum jam sampai semua peserta mendapatkan giliran.rn(5) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk tangan saat setiap klien selesai memperagakan menghardik halusinasi.rnd) Tahap terminasirn(1) Evaluasi.rn(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.rn(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.rn(2) Rencana tindak lanjut.rn(a) Terapis menganjurkan setiap anggota kelompok untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika halusinasi muncul.rn(b) Memasukkan kegiatan menghardik pada jadwal kegiatan harian klien.rn(3) Kontrak yang akan datang.rn(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK yang berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.rn(b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.rn6) Evaluasi dan dokumentasirna) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2, dievaluasi kemampuan klien mengatasi halusinasi dengan menghardik menggunakan formulir evaluasi.rnb) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melaksanakan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Misalnya, klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 2. Klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi. Anjurkan klien menggunakannya jika halusinasi muncul, khusus pada malam hari (buat jadwal).rnc. Sesi 3 mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.rn1) Tujuanrna) Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah munculnya halusinasi.rnb) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.rn2) Settingrna) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.rnb) Ruangan nyaman dan tenang.rn3) Alatrna) Buku catatan dan pulpen.rnb) Jadwal kegiatan harian klien.rnc) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchartrn4) Metoderna) Diskusi dan tanya jawab.rnb) Bermain peran/simulasi dan latihan.rn5) Langkah kegiatanrna) Persiapanrn(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yangmengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 2.rn(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.rnb) Orientasirn(1) Salam terapeutikrn(a) Salam dari terapis kepada klien.rn(b) Peserta dan terapis memakai papan nama.rn(2) Evaluasi/validasi.rn(a) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.rn(b) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.rn(c) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara menghardik halusinasi.rn(3) Kontrak.rn(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi dengan melakukan kegiatan.rn(b) Menjelaskan aturan main berikut :rn(i) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.rn(ii) Lama kegiatan 45 menit.rn(iii) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.rnc) Tahap kerjarn(1) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi.rn(2) Terapis meminta setiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, dan ditulis di whiteboard.rn(3) Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir yang sama diwhiteboard.rn(4) Terapis membimbing satu per satu klien untuk membuat jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan formulir, terapis menggunakan whiteboard.rn(5) Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.rn(6) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang sudah selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.rnd) Tahap terminasirn(1) Evaluasi.rn(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun jadwal kegiatan dan memperagakannya.rn(b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.rn(2) Rencana tindak lanjut.rn(a) Terapis menganjurkan klien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.rn(b) Kontrak yang akan datang.rnTerapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. rn(c) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.rn6) Evaluasi dan dokumentasirna) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi halusinasi sesi 3 dievaluasi kemampuan klien mencegah timbulnya halusinasi dengan melakukan kegiatan harian, dengan menggunakan formulir evaluasi.rnb) Dokumentasikan kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3. Klien mampu memperagakan kegiatan harian dan menyusun jadwal. Anjurkan klien melakukan kegiatan untuk mencegah halusinasi.rnd. Sesi 4 mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.rn1) Tujuanrna) Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.rnb) Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah munculnya halusinasi.rn2) Settingrna) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.rnb) Ruangan nyaman dan tenang.rn3) Alatrna) Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen.rnb) Fliphchart/Whiteboard dan spidol.rn4) Metodarna) Diskusi dan tanya jawabrnb) Bermain peran/simulasirn5) Langkah kegiatanrna) Persiapanrn(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 3.rn(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.rnb) Orientasirn(1) Salam terpaeutik:rn(a) Salam dari terapis kepada klien.rn(2) Evaluasi/validasirn(a) Menanyakan perasaan klien saat ini.rn(b) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan terarah) untuk mencegah halusinasi.rn(3) Kontrakrn(a) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.rn(b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :rn(i) Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.rn(ii) Lama kegiatan 45 menit.rn(iii) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal samapai selesai.rnc) Tahap kerjarn(1) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol dan mencegah halusinasi.rn(2) Terapis meminta setiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak bercakap-cakap. rn(3) Terapis meminta setiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa dan bisa dilakukan.rn(4) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul, “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster, saya mau ngobrol tentang kapan saya boleh pulang”.rn(5) Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang di sebelahnya.rn(6) Berikan pujian atas keberhasilan klien.rn(7) Ulangi kegiatan no. 5 dan 6 sampai semua klien mendapat giliran.rnd) Tahap terminasirn(1) Evaluasirn(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.rn(b) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.rn(c) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.rn(2) Rencana tindak lanjutrn(a) Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, dan bercakap-cakap.rn(3) Kontrak yang akan datangrn(a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya, yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.rn(b) Terapis menyepakati waktu dan tempatrn6) Evaluasi dan dokumentasirna) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi persepsi halusinasi sesi 4, dievaluasi kemampuan mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, yaitu dengan menggunakan formulir evaluasi.rnb) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. rne. Sesi 5 mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.rn1) Tujuanrna) Klien memahami pentingnya patuh minum obat.rnb) Klien memahami akibat tidak patuh minum obat.rnc) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.rn2) Settingrna) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaranrnb) Ruangan nyaman dan tenangrn3) Alatrna) Jadwal kegiatan harian klienrnb) Flipchart/whiteboard dan spidol.rnc) Beberapa contoh obat.rn4) Metodarna) Diskusi dan tanya jawabrnb) Melengkapi jadwal harian.rn5) Langkah kegiatanrna) Persiapanrn(1) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok yang mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 4.rn(2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuanrnb) Orientasirn(1) Salam terpaeutikrn(a) Salam dari terapis kepada klien.rn(b) Peserta dan terapis memakai papan namarn(2) Evaluasi/validasirn(a) Menanyakan perasaan klien saat inirn(b) Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah dipelajari (menghardik, menyibukkan diri dengan kegiatan dan bercakap-cakap).rn(3) Kontrakrn(a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan dengan anggota kelompok, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.rn(b) Menjelaskan aturan main berikut :rn(i) Jika klien akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin kepada terapis.rn(ii) Lama kegiatan 45 menit.rn(iii) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.rnc) Tahap kerjarn(1) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah kambuh, karena obat member perasaan tenang, dan memperlambat kambuh.rn(2) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab kambuh.rn(3) Terapis meminta setiap klien menyampaikan dan waktu memakannya. Buat daftar di whiteboardrn(4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis obat.rn(5) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.rn(6) Berikan pujian pada klien yang benar.rn(7) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat.rn(8) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard).rn(9) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah halusinasi/kambuh.rn(10) Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu kejadian halusinasi/kambuh.rn(11) Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.rn(12) Memberi pujian setiap kali klien benar.rnd) Tahap terminasirn(1) Evaluasirn(a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.rn(b) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.rn(c) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan.rn(2) Rencana tindak lanjutrnMenganjurkan klien menggunakan empat cara mengontrol halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.rn(3) Kontrak yang akan datangrn(a) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol halusinasi.rn(b) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan indikasi klien.rn6) Evaluasi dan dokumentasirna) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi : halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang diharapkan adalah menyebutkan lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.Formulir evaluasi terdapat pada lampiran berikutnya.rnb) Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika melakukan TAK pada catatan proses keperawatan setiap klien. Contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi : halusinasi Sesi 5. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat, manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Anjurkan klien minum obat dengan benar.rn6. ImplementasirnImplementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan. Dokumentasi semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien (Dalami, dkk, 2009, h. 32)rn7. EvaluasirnEvaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efekk dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut:rnS :Respon subjektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakanrnO : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakanrnA :Analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang adarnP :Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.rnBAB IIIrnTINJAUAN KASUSrnrnTn. S, umur 35 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pendidikan Sekolah Menengah Pertama, alamat Purworejo, suku/bangsa Jawa Indonesia, dengan nomor rekam medis 006179, dibawake RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah oleh keluarga pada tanggal 1 November 2015 dengan alasan masuk karena di rumah bicara sendiri, cemas, marah-marah dan merusak barang dan tidak mau minum obat. Klien sudah sering keluar masuk RSJ, menurut klien, klien sudah sakit sejak tahun 2003. Tahun 2013 klien mengamuk memecahkan jendela dan bicara kacau. Tahun 2015 klien kesebelas kali dirawat di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah. Klien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya, tetapi pengobatan yang sebelumnya kurang berhasil. Klien dibawa ke RSJ karena selama 1 bulan klien tidak mau minum obat. Klien sering bicara kacau dan bicara sendiri dan sering mendengar suara-suara yang menyuruh klien untuk melakukan sesuatu. rnHasil pengkajian yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan informasi dari perawat dan rekam medis yang di lakukan pada tanggal 23 November 2016, didapatkan data subyektif sebagai berikut: Klien mengatakan mendengar suara-suara tiap kali sendirian, suara tersebut seperti suara laki-laki yang selalu menyuruhnya melakukan sesuatu dan sering mengganggunya. Suara-suara tersebut sering terdengar pada siang hari ketika sedang menyendiri. Kadang muncul sampai 4x dalam sehari. Tiap kali suara itu datang klien hanya diam kemudian suara tersebut akan hilang dengan sendiri kadang juga klien melakukan apa yang diperintahkan oleh suara itu seperti membuka kran air. Klien mengatakan di rumah pernah marah, mengamuk, merusak barang, dan pernah memukul bapaknya. Klien mengatakan selama di RSJ Magelang klien belum punya teman dekat karena klien jarang memulai pembicaraan karena malu, mau berbicara kalau ditanya. Klien mengatakan dirumah tidak pernah mengikuti kegiatan kemasyarakatan.rnMeninjau dari pengkajian data fokus tersebut, maka didapatkan data obyektif: Klien tampak gelisah, pandangan mata tajam dan menunjukan sikap bertahan. Klien kadang berbicara sendiri, melamun dan kadang tersenyum sendiri Klien tampak jarang mengobrol dengan pasien lain atau perawat jaga. Pemeriksaan fisik tanggal 23 November 2015, tanda-tanda vital TD: 100/70 mmHg, RR: 20x/ menit, N: 120x/ menit, Suhu: 36,50C. Klien tidak mengalami keluhan fisik dari kepala sampai ujung kaki. rnRencana tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan pertama dengan masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari diharapkan Tn. S mengetahui cara-cara mengendalikan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dengan kriteria evaluasi antara lain pada SP 1 Klien, klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus dan perasaan saat terjadi halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, serta mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Pada SP 2 Klien, klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, dan mampu memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lain. SP 3 Klien, klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan, mampu membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakan. SP 4 Klien, klien mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu menyebutkan manfaat dari program pengobatan. rnImplementasi pada hari Selasa tanggal 24 November 2015 pukul 11.30 WIB. Tindakan yang dilakukan adalah membina hubungan saling percaya dengan menyapa, memperkenalkan diri dan menunjukkan sikap empati, melaksanakan SP 1 Klien halusinasi meliputi membantu klien mengenal halusinasi ( isi, waktu terjadi, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi), menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Evaluasi S: klien mengatakan “Selamat pagi, nama saya Tn. S, senang di panggil Tn. S, umur saya 35 tahun dari kota Purworejo, Saya mendengar suara-suara tiap kali sendirian, suara tersebut seperti suara laki-laki yang selalu menyuruh melakukan sesuatu dan sering mengganggu. Suara-suara tersebut sering terdengar pada siang hari ketika sedang menyendiri. Kadang muncul sampai 4x dalam sehari. Tiap kali suara itu datang saya hanya diam kemudian suara tersebut akan hilang dengan sendiri kadang juga saya melakukan apa yang diperintahkan oleh suara itu seperti membuka kran air. Saya mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, saya mau melakukannya, “pergi sana kamu suara palsu ! jangan ganggu aku, aku tidak mau dengar! Kamu suara palsu!”, baik saya akan melakukan kembali bila halusinasi datang. rnEvaluasi O: klien mau berjabat tangan dan menjawab salam, klien dapat menyebutkan nama, ada kontak mata dan sedikit malu-malu, klien duduk berhadapan dengan perawat, wajah bersahabat, dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Klien mampu menceritakan jenis, isi, frekuensi, situasi, waktu dan respon halusinasi, klien mampu mempraktikan kontrol halusinasi dengan cara menghardik. A: SP 1 Klien BHSP tercapai dan klien sudah tahu cara mengontrol halusinasi dengan menghardik. PK: anjurkan untuk melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi ketika halusinasi muncul secara mandiri. PP: bimbing klien untuk melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi dan lanjutkan ke SP 2 Klien halusinasi.rnTindakan selanjutnya melaksanakan SP 2 Klien Rabu 25 November 2015 pukul 10.30 WIB, Meliputi mengevaluasi SP 1 Klien, melatih bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, memasukkan dalam jadwal kegiatan klien. Evaluasi S : Klien mengatakan masih mendengar suara-suara tiap kali sendirian, Suara-suara tersebut terdengar ketika sedang menyendiri. Klien mengatakan hanya diam saja saat suara itu datang dan lupa untuk mempraktikan cara yang diajarkan kemarin secara mandiri. Klien mengatakan mau diajarkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Klien mengatakan masih malu untuk bercakap-cakap dengan orang lain.rn Evaluasi O: klien belum bisa melakukan percakapan dengan orang lain karena masih tampak malu untuk bercakap-cakap dengan orang lain, kontak mata klien kurang. A: SP 2 Klien belum tercapai secara optimal . PK: Anjurkan klien untuk melakukan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain ketika halusinasi muncul. PP: ulangi SP 2 Klien agar mengoptimalkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain dan membimbing klien untuk memasukan ke dalam jadwal kegiatan.rnTindakan selanjutnya Kamis tanggal 26 November 2015 pukul 13.00 WIB, mengevaluasi SP 2 Klien halusinasi, S: klien mengatakan “kemarin saya ngobrol dengan Tn. B ketika suara-suara itu muncul mas, dan saya minta dia untuk mengajak ngobrol dengan saya ketika saya sedang melamun atau berbicara dan tertawa sendiri mas, sekarang suara itu sudah jarang muncul mas”. O: klien mampu melakukan kontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain . A: SP 2 Klien tercapai. PK: anjurkan untuk mengingat kembali tentang cara-cara mengontrol halusinasi yang sudah diajarkan, PP: membimbing klien untuk melakukan kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain dan melakukan pendelegasian klien kepada perawat yang bertanggung jawab untuk mengajarkan SP 3P, SP 4P dan SP Keluarga.rnBAB IVrnPEMBAHASANrnrnBab ini penulis akan membahas Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran pada Tn. S di Ruang Antareja RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang Provinsi Jawa Tengah dan akan mencoba membandingkan kesenjangan antara kasus kelolaan dengan konsep teori. Penulis menggunakan metode ilmiah yaitu proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pengkajian yang dilakukan dengan cara wawancara atau komunikasi langsung kepada klien dan perawat ruangan. rnPengkajian yang dilakukan diperoleh data bahwa klien dibawa ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang karena di rumah bicara sendiri, cemas, marah-marah dan merusak barang dan tidak mau minum obat. Pada saat pengkajian ditemukan data subjektif: Klien mengatakan mendengar suara-suara tiap kali sendirian, suara tersebut seperti suara laki-laki yang selalu menyuruhnya melakukan sesuatu dan sering mengganggunya. Suara-suara tersebut sering terdengar pada siang hari ketika sedang menyendiri. Kadang muncul sampai 4x dalam sehari. Tiap kali suara itu datang klien hanya diam kemudian suara tersebut akan hilang dengan sendiri kadang juga klien melakukan apa yang diperintahkan oleh suara itu seperti membuka kran air. Data objektif: Klien kadang berbicara sendiri, melamun dan kadang tersenyum sendiri. rnHasil pengkajian yang dilakukan muncul masalah keperawatan yaitu Gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan hasil pengkajian. Karena menurut teori, Halusinasi Pendengaran adalah suatu persepsi yang seolah-olah mendengar suara, padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada. Suara yang terdengar dapat berupa suara manusia, hewan, musik, barang, mesin, dan suara kejadian alam (Sunaryo, 2014, h.102 ). Tinjauan teori dari tanda dan gejala halusinasi pendengaran, data obyektif klien biasa bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mencondongkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga (Keliat, 2010, h.113).rnSecara garis besar, ditemukan data subjektif dan objektif yang menunjukan karakteristik Tn. S dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Hal ini yang menjadi dasar penulis untuk mengangkat diagnosa tersebut sebagai diagnosa utama. Pohon masalah merupakan penjelasan bagaimana halusinasi bisa terjadi dan akibat dari halusinasi. Pohon Masalah menurut Keliat (2006, h. 45) menjelaskan bahwa halusinasi di sebabkan karena isolasi sosial: menarik diri dan menyebabkan risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan saat halusinasi tidak segera diatasi. Diagnosa yang muncul pada Tn. S sama seperti apa yang telah di jelaskan pada teori, yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi, isolasi sosial: menarik diri, dan resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Hal ini dikarenakan pada saat pengkajian ditemukan data subjektif dan objektif yang mendukung terjadinya diagnosa-diagnosa tersebut.rn Intervensi klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran membina hubungan saling percaya, mengenal halusinasi klien (waktu, isi, frekuensi, perasaan terhadap halusinasi), mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal, dan mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur. Penulis telah membina hubungan saling percaya dengan baik kepada klien sehingga klien bersedia mengekspresikan masalah yang dihadapi. Penulis juga telah mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain rnImplementasi yang telah dilakukan pada tanggal 24-26 November 2015. Penulis melakukan implementasi sedikit berbeda pada apa yang ditetapkan pada teori menurut Budi,dkk (2007, h 50) bahwa penatalaksanaan keperawatan jiwa dapat dilakukan dengan cara membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali halusinasi, klien dapat memilih cara mengontrol halusinasi berupa: menghardik halusinasi, temui perawat atau teman, atau anggota keluarga, membuat jadwal kegiatan sehari-hari, membantu klien untuk minum obat secara teratur, meminta keluarga atau teman atau perawat menyapa klien jika tampak bicara sendiri, dan memanfaatkan obat dengan baik. Tetapi penulis melakukan beberapa tahapan meliputi membina hubungan saling percaya, mengenal halusinasi klien (waktu, isi, frekuensi, perasaan terhadap halusinasi), dan melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, pada hari pertama sekaligus agar klien bisa langsung mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik jika halusinasi muncul kembali. Kemudian pada hari berikutnya penulis melatih mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.rnEvaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Pada kasus Tn. S evaluasi yang penulis dapatkan yaitu pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 1 tanggal 24 November 2015, Tn. S berhasil melakukan dengan baik dalam mengenal halusinasi dan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 2 tanggal 25 November 2015, Tn. S belum mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain secara optimal, sehingga penulis harus mengulangi strategi pelaksanaan 2 agar optimal. Pada hari selanjutnya tanggal 26 November 2015, Tn. S berhasil melakukan dengan baik cara mengontrol halusinasi dengan berbicara dengan orang lain, sehingga dapat dianalisa bahwa masalah teratasi. rnFaktor pendukung terlaksana asuhan keperawatan pada Tn. S yaitu kepatuhan klien dalam pelaksanaan tindakan dan klien sudah kooperatif saat pelaksanaan tindakan keperawatan. Sedangkan factor penghambat yang dialami oleh penulis adalah kurang keterlibatan keluarga selama pemberian asuhan keperawatan, serta klien yang lebih sering diam sehingga klien sedikit sulit diajak berkomunikasi.rnBAB VrnSIMPULAN DAN SARANrnrnA. SimpulanrnPenulis memberikan asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan masalah keperawatan utama gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran selama tiga hari dengan maksimal melalui proses pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien, mengimplementasikan rencana tindakan yang telah disusun serta mengevaluasi implementasi yang telah dilakukan.rn1. PengkajianrnPenulis mengambil kesimpulan bahwa dari data pengkajian yang muncul pada klien Tn. S dengan masalah keperawatan utama gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yaitu klien mengatakan mendengar suara tiap kali sendirian. Suara tersebut seperti suara laki-laki yang selalu menyuruhnya melakukan sesuatu dan sering mengganggunya. Suara tersebut sering terdengar pada siang hari. Setiap kali suara itu datang, klien hanya diam dan kemudian suara tersebut akan hilang sendiri, kadang juga klien melakukan apa yang diperintahkan oleh suara itu. Klien mengatakan di rumah pernah mengamuk, merusak barang, dan memukul bapaknya. Klien mengatakan selama di RSJ Magelang klien belum punya teman dekat karena klien jarang memulai pembicaraan karena malu, mau berbicara kalau ditanya. Klien mengatakan dirumah tidak pernah mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Klien tampak gelisah, pandangan mata tajam, kadang berbicara sendiri, melamun dan kadang tersenyum sendiri. Klien tampak jarang mengobrol dengan pasien lain atau perawat jaga. rnrn2. Diagnosa KeperawatanrnDiagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. S yaitu Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan, Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran, dan Isolasi Sosial : Menarik Diri rn3. Intervensi KeperawatanrnPerencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan Tn. S, penulis hanya berfokus pada masalah utama yaitu Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran meliputi SP 1 P yaitu bantu pasien mengenal halusinasi ( isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi), jelaskan cara mengontrol halusinasi, latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP 2 P, meliputi evaluasi SP 1 P, latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, masukkan dalam jadwal kegiatan pasien. SP 3 P berupa evaluasi SP 1 P dan SP 2 P, latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal agar halusinasi tidak muncul, masukkan dalam jadwal kegiatan pasien. SP 4 P meliputi evaluasi SP 1, 2, dan 3 P, jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa, jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program, jelaskan cara mendapatkan obat dan latih pasien minum obat. Serta SP Keluarga meliputi diskusikan dengan keluarga tentang pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi dan diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu pemberian obat, manfaat dan efek samping obat serta akibat jika berhenti minum obat.rn4. Implementasi KeperawatanrnImplementasi yang dilakukan oleh penulis hanya sampai pada SP 1 P yaitu bantu pasien mengenal halusinasi ( isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi), jelaskan cara mengontrol halusinasi, latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP 2 P, meliputi evaluasi SP 1 P, latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, masukkan dalam jadwal kegiatan pasienrn5. Evaluasi KeperawatanrnEevaluasi yang dilakukan pada Tn. S dengan diagnosa utama yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang dilakukan selama tiga hari, evaluasi tindakan yang dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan 2. Klien berhasil dalam mengenal halisinasinya dan berhasil mengontrol halusinasinya dengan menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan.rnB. Saranrn1. Mahasiswa diharapkan mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal serta lebih sabar dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.rn2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.rn3. Keluarga mempunyai peranan penting didalam merawat pasien. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapatmembantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien. Keluarga juga memperlakukan pasien sama seperti halnya orang sehat / tidak mengalami gangguan kesehatan jiwa, agar pasien tidak mengalami tekanan kejiwaannya.

Referensi

-


Properti Nilai Properti
Organisasi Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Email [email protected]
Alamat Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan
Telepon (0285) 7832294
Tahun 2016
Kota Pekalongan
Provinsi Jawa Tengah
Negara Indonesia