ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPADA NY. A DI DESA GEMBONG WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN
Pengarang : Erina Pramudita , Rini Kristiyanti, Nur Chabib
Kata Kunci   :ASUHAN KEBIDANAN
Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator kesehatan ibu, dimana di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Maryunani,2016.h.2). Berdasarkan data survei penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, bahwa AKI di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 305/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2017,h.105), angka tersebut masih jauh dari target Sustainable Development Gols (SDGs) 2015-2030 yaitu dengan target penurunan AKI sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2016).
Tingginya (AKI) disebabkan beberapa penyebab yang tidak langsung berkaitan dengan masalah kesehatan ibu yang mempengaruhi tentang faktor resiko yaitu 4 terlalu kriteria dari 4 “ terlalu” ini. yaitu ibu hamil dengan usia terlalu muda<20 tahun, ibu hamil dengan usia terlalu tua >35 tahun, ibu hamil yang terlalu rapat jarak kelahirannya <2 tahun, ibu hamil yang terlalu banyak > 4 anak (Maryunani,2016,h.4). Selain faktor yang disebabkan oleh kondisi ibu sendiri salah satunya kehamilan dengan risiko tinggi. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik pada ibu dan janin selama masa kehamilan, melahirkan maupun masa nifas dibandingkan dengan persalinan dan nifas normal. Risiko tinggi dalam kehamilan dipengaruhi oleh ibu hamil dengan usia ≥ 35 tahun, grandemulti, ibu hamil dengan usia anak terkecil ≥ 10 tahun, riwayat abortus (Kemenkes RI, 2017,h.9). Abortus masih merupakan masalah besar dalam pelayanan obstetrik karena merupakan salah satu penyebab ibu dan janin sampai saat ini (Lieskusumastuti, 2016).
Riwayat abortus juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus pada ibu hamil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Resya (2016), sekitar 21 dari 35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami abortus spontan pada kehamilan selanjutnya. Beberapa studi menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, akan memiliki risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah abortus 2 kali, risiko akan meningkat 25% dan jika abortus lebih dari 3 kali berurutan adalah 30-45% (Prawirohardjo,2014.h.460).
Komplikasi yang terjadi jika ibu hamil mengalami abortus yaitu perdarahan, perdarahan ini dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi, syok, karena abortus bisa terjadi perdarahan (syok hemoragik) dan karena terjadi infeksi berat, infeksi berat umunya pada abortus infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perineum, tuba, parametrium, dan peritonium(Irianti et al ,2014,h.77-78). Frekuensi abortus berbanding lurus dengan angka kejadian graviditas, karena riwayat abortus memiliki pengaruh tinggi pada kehamilan selanjutnya (Amalia dan Sayono, 2015).
Grandemulti termasuk salah satu penyebab terjadinya kompilkasi pada masa kehamilan, persalinan bahkan pada masa nifas. Dampak dari grandemulti ini yaitu kelainan letak, persalinan letak lintang, robekan rahim pada kelainan letak lintang, solusio plasenta, plasenta previa, persalinan lama dan perdarahan pasca persalinan (Astuti et al 2017,h.141-142). Pada Grandemulti saat proses kehamilan kondisi rahim ibu akan mengalami peregangan karena semakin membesarnya rahim. Ibu yang terlalu sering melahirkan kondisi rahim akan semakin melemah. Jadi ibu yang telah hamil atau melahirkan sebanyak 4 kali atau lebih saangat perlu diwaspadai akan terjadinya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan, masa nifas (Ismail et al. 2011.h.63). Kondisi ini mengharuskan ibu untuk memeriksakan kehamilannya lebih sering dan persalinannya harus ditangani oleh tenaga kesehatan (Mulyati, 2011,h.64).
Menurut Kusumawati (2016), kehamilan risiko tinggi memiliki risiko sebesar 11,01 kali lebih besar untuk mengalami persalinan dengan tindakan, ibu hamil dengan riwayat kegagalan kehamilan dan grandemulti gravida dapat mengakibatkan komplikasi pada saat persalinan, antara lain terjadinya atonia uteri, Ruptur uteri, serta malpresentation, bahaya setelah persalinan antara lain: retensi plasenta, subinvolusi uteri. Semakin tinggi tingkat risiko kehamilan, maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi persalinan. Namun hal ini dapat dicegah Menurut penelitian Abdurradjak (2016), bahwa persalinan penyulit bisa saja tidak terjadi disebabkan karena sebagian besar ibu melakukan pemeriksaan ANC sesuai standar, sehingga perkembangan janin dan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi dapat di pantau secara berkala dan dapat dicegah atau diminimalisir sedini mungkin.
Tahapan yang dilalui ibu setelah masa persalinan yaitu masa nifas yang berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati & Diah 2015, h.1). Komplikasi yang sering terjadi pada masa nifas biasanya terjadi dalam 24 jam pertama (Ambarwati,2010). Komplikasi pada masa nifas biasanya terjadi disebabkan antara lain: infeksi pada masa nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya perawatan luka, perdarahan (42%) akibat robekan jalan lahir, sisa plasenta dan atonia uteri, Pre-eklampsi/eklampsia (13%) dan komplikasi masa nifas lainnya (11%) (Suryono, 2011).
Pencegahan terjadinya komplikasi pada masa nifas dapat dicegah dengan melakukan pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan KF-4) dengan 4 kali kunjungan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan pada ibu nifas (Lidya, 2018). Berdasarkan data provinsi jawa tengah pada tahun 2018 diketahui bahwa cakupan pelayanan nifas di provinsi jawa tengah sebesar 98,03 %, mengalami sedikit peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2017 yaitu sebesar 96,29%. Cakupan ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas dari tahun 2014-2018 terlihat bahwa sejak tahun 2014 cenderung meningkat meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan.
Masa neonatal adalah masa yang rentan terjadinya komplikasi karena penyesuaian diri dari kehidupan dalam rahim kepada kehidupan diluar rahim. Kematian neonatal biasanya terjadi pada minggu pertama dan 40% meninggal dalam 24 jam pertama, penyebab utama kematian neonatal adalah Prematur, komplikasi terkait persalinan (asfiksia atau kesulitan dalam bernafas saat lahir), infeksi dan cacat lahir (birth defect)(Endang L,2019). Dalam mengurangi risiko terjadinya kematian neonatal dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan pada neonatal yang dilakukan tiga kali kunjungan yaitu Kunjungan Neonatal (KN 1) pada 6-48 jam setelah bayi baru lahir, Kunjungan Neonatal (KN 2) pada hari ke3-7, Kunjungan Neonatal (KN 3) pada hari ke-8-28 hari setelah bayi lahir. Presentase KN lengkap di Jawa Tengah tahun 2017 menurun yaitu 94,44 persen dibandingkan dengan presentase lengkap tahun 2016 yaitu 96,36% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2017,hh.54-55).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Tahun 2019 Berdasarkan data dari 27 puskesmas menunjukan bahwa jumlah ibu hamil sebanyak 17.462 orang. Dari data Dinas Kesehatan ini dapat dilihat bahwa ibu hamil dengan gravida ≥ 4 di Kabupaten Pekalongan sebanyak 246 ibu hamil (1,4%), ibu hamil dengan riwayat Obstetri jelek di Kabupaten Pekalongan sebanyak 370 ibu hamil (2,11%) dan jumlah ibu hamil dengan kejadian Gravida ≥ 4 di Puskesmas Kedungwuni I yaitu dari 8 ibu hamil (0,85%), ibu hamil dengan riwayat Obstetri jelek di Kabupaten Pekalongan sebanyak dari 4 ibu hamil (0,42%).
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny.A di desa Gembong di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan tahun 2020”.
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2020 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |