Image Description

Publikasi

Karya Ilmiah Mahasiswa

Pencarian Spesifik

Kunjungan

Web Analytics

Detail Record


Kembali Ke sebelumnya

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.T DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI 1KABUPATEN PEKALONGAN


Pengarang : Sri Widya Ningsih, Rini Kristiyanti, Lia Dwi Prafit


Kata Kunci   :ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF

A. Latar Belakang rnUkuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal mortality). Menurut definisiWorld Health Organization (WHO) kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apa pun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker, dan sebagainya (Saifuddin 2009, h. 7).rnAngka kematian ibu di Indonesia sampai saat ini masih tinggi dan ini merupakan suatu masalah kesehatan yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)(2007) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan SDKI(2012) menunjukkan AKI di Indonesia adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut sangat jauh dari target pemerintah Millenium Development Goals (MDGs), yakni menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah sendiri pada tahun 2012 adalah 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012, h.13)rnSecara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung, yaitu perdarahan (25 %, biasanya perdarahan pasca persalianan), sepsis (15 %), hipertensi dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %), komplikasi aborsi tidak aman (13 %), dan sebab-sebab lain (8 %). WHO memperkirakan sekitar 10 % kelahiran hidup mengalami komplikasi perdarahan pascapersalinan. Komplikasi paling sering dari perdarahan pascapersalinan adalah anemia. Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah menderita anemia, maka perdarahan pascapersalinan dapat memperberat keadaan anemia dan dapat berakibat fatal. Eklampsia secara global terjadi pada 0,5 % kelahiran hidup dan 4,5 % hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia mempengaruhi banyak organ vital. Pascakonvulsi pada eklampsia dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hati, edema paru, perdarahan serebral, dan ablasio retina (Saifuddin 2009, h. 54).rnHipertensi dalam kehamilan merupakan 5–15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah (saifuddin 2009, h. 531).rnMenurut Saifuddin (2009, h.531) hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Menurut Maulana (2008, h.111) penanganan hipertensi dalam kehamilan yaitu jika seorang wanita hamil yang memiliki tekanan darah sedikit tinggi (140/90–150/100 mmHg), biasanyadokter menghentikan pemakaian obat-obatan untuk menurunkan tekanan darahnya. Kerugian yang ditimbulkan oleh obat terhadap janin lebih tinggi dibandingkan keuntungan yang diperoleh ibu. Untuk membantu mengontrol tekanan darahnya, penderita dianjurkan untuk membatasi asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik.rnWanita hamil yang menderita hipertensi sedang (150/90–180/110 mmHg), sering kali harus terus mengkonsumsi obat anti hipertensi. Obat anti-hipertensi yang biasanya diberikan kepada wanita hamil adalah metildopa dan hidralazin. Diuretik (obat yang bisa membuang kelebihan cairan dalam tubuh) tidak digunakan karena bisa menghambat pertumbuhan janin. Setiap bulan dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan pemantauan pertumbuhan janin dengan USG. Persalinan biasanya dimulai (diinduksi) pada kehamilan 38 minggu (Maulana 2008, h.111).rnMenurut Saifuddin (2008, h. 211) jika kehamilan <37 minggu, ditangani secara rawat jalan kemudian di pantau tekanan darah, proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu, jika tekanan darah meningkat, penanganannya sebagai preeklampsia, jika kondisi janin memburuk, atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, dirawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan. Faktor resiko preeklampsiayaitu primigravida, riwayat preeklampsia, tekanan darah yang meningkat pada awal kehamilan dan badan yang gemuk, adanya riwayat preeklampsia pada keluarga, kehamilan ganda, riwayat darah tinggi pada maternal, diabetes pregestasional, sindromaantifosfolipid, penyakit vascular atau jaringan ikat, usia maternal yang lanjut > 35 tahun(Nugroho 2012, h.3).rnKetuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu (KEMENKES, 2013 h.122). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Sujiyatini, 2009 h.13). Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan (Manuaba, 2010 h.281). Menurut Norwitz (2007, h.119), 50% ibu mengalami KPD pada usia kehamilan cukup bulan (aterm) akan mulai mengalami proses persalinan dalam waktu 12 jam, 70% dalam waktu 24 jam, 85% dalam waktu 48 jam, dan 95% dalam waktu 72 jam.rnMenurut Nugroho (2012, h.151) beberapa faktor resiko dari KPD yaitu inkompetensi serviks (leher rahim), polihidramnion (cairan ketuban berlebih), riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma, serviks (leher rahim) yang pendek (<25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu, infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis. Menurut Nugroho (2012, h.155) penatalaksanaan KPD yang aktif yaitu kehamilan > 35 minggu dilakukan induksi oxsitosin bila gagal dilakukan seksio sesarea.rnSuatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syaraf rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro 2010, h.133). Indikasi seksio sesarea ada indikasi mutlak yaitu, indikasi ibu, panggul sempit absolute, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, rupture uteri membakat. Indikasi janin, kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan janin yang terhambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia. Indikasi relatif, riwayat seksio sesarea sebelumnya yaitu presentasi bokong, distosia bahu, fetal distress, preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes, ibu dengan (HIV) Human ImmunodeficiencyVirus positif sebelum inpartu, gemeli, menurut Eastman, seksio sesarea dianjurkan: bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interlock, distosia oleh karena tumor dan IUFD (Intra Uterine Fetal Death)(Rasjidi 2009, h.89).rnMasa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Anggraini 2010, h.1).Tujuan asuhan masa nifas yaitu menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi, melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat, memberikan pelayanan KB, mendapatkan kesehatan emosi (Anggraini 2010, h.3).rnTransisi fisiologis bayi baru lahir ke kehidupan ekstrauterin yaitu pada saat bayi baru lahir berpindah dari ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Transisi ekstra uteri bayi baru lahir yang paling dramatis dan cepat terjadi dalam 4 area: sistem pernapasan, sistem sirkulasi, kemampuan termoregulasi, dan kemampuan memperoleh sumber glukosa. Penanganan bayi baru lahir yaitu membersihkan jalan napas, memotong dan membersihkan tali pusat, mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat, memberi vitamin K, memberi obat tetes mata, dan pemantauan bayi baru lahir pada 2 jam pertama sesudah lahir.rnBerdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Tahun 2014 ibu hamil dengan PEB (Preeklampsia Berat) ada 23 (Dinkes 2014). Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus “ Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. T di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 “.rn

Referensi

-


Properti Nilai Properti
Organisasi Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Email [email protected]
Alamat Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan
Telepon (0285) 7832294
Tahun 2015
Kota Pekalongan
Provinsi Jawa Tengah
Negara Indonesia