ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015
Pengarang : Irma Oktaviyanti, Rini Kristiyanti, Siti Khuzaiy
Kata Kunci   :Kurang Energi Kronik dan Anemia
Ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal. Menurut definisi World Health Organization (WHO) â€Kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan†(Saifuddin, 2009, h.7).rn Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2013). Hasil sementara SDKI tahun 2012 memperlihatkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) menurun menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Di provinsi Jawa Tengah, Angka Kematian Ibu tahun 2012 sebesar 116,34 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 yang sebesar 116,01 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tahun 2012 sebesar 10,75 per 1.000 kelahiran hidup.rnrnPenyebab langsung kematian ibu yakni perdarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung dari kematian ibu adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya, serta kondisi geografi dan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan (Saifuddin, 2010, h.7). Penyebab kematian ibu baik langsung maupun tidak langsung merupakan kondisi yang dapat membahayakan baik ibu maupun bayinya.rnSalah satu penyebab kematian ibu ialah perdarahan. Perdarahan disebabkan berbagai faktor salah satunya anemia, ibu hamil dengan anemia akan beresiko mengalami atonia uteri yang terjadi karena suplai oksigen yang masuk ke dalam uterus kurang. Jumlah oksigen yang kurang dalam darah menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan banyak. Banyak darah yang hilang akibat perdarahan akan meyebabkan kadar hemoglobin dalam darah semakin menurun terutama pada ibu yang sudah mengalami anemia selama kehamilan (Profitasari, 2006, hh.1463 & 1466). rnAnemia kehamilan disebut “Potential danger to mother and child†(potensial membahayakan ibu dan anak) (Manuaba, 2010, h. 237). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) dibawah 11 gr/dl pada trimester I dan III atau kadar 10,5 gr/dl pada trimester II. Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit ) meningkat. Namun peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hemotokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitungan eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolute Hb atau eritrosit dalam sirkulasi darah (Saifuddin, 2010, h.775).rnUmumnya anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya kekurangan besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada neonatusnya yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh neonatus. Kekurangan zat besi erat kaitannya dengan asupan gizi yang diperoleh ibu, apabila asupan gizi ibu baik sebelum dan selama hamil kurang maka akan berkurang juga kebutuhan akan zat besi ibu (Kristiyanasari, 2010, hh.65-66). Untuk mengetahu status gizi ibu hamil antara lain dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil dengan pengukuran lingkar lengan (LILA). Batasan untuk lila ibu hamil di Indonesia adalah 23,5 cm, jika ibu hamil dengan LILA < 23,5 disebut kurang energi kronik (KEK) (Sukarni & Margareth, 2013, h.124).rnIbu dengan status gizi kurang atau KEK dapat menimbulkan masalah pada ibu yaitu anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi, pada persalinan dapat menimbulkan masalah seperti persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah persalinan, sedangkan pada neonatus dapat berakibat petumbuhan neonatus terganggu, neonatus lahir mati, kematian neonatal, cacat bawan, anemia pada neonatus, asfiksia intrapartu, BBLR dan anemia pada neonatus. Status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan neonatus BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal) (Sukarni & Margareth, 2013, h.123).rnIbu yang selama hamil mengalami anemia tidak menutup kemungkinan dapat bersalin secara normal apabila saat persalinan status gizinya sudah membaik atau sudah tidak mengalami anemia. Persalinan normal adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput selaput ketuban keluar dari rahim ibu, terjadi pada usia kehamilan cukup bulan, (Setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit (JNPK-KR, 2008, h.12).rnPada proses persalinan ibu yang memiliki riwayat anemia atau dengan status gizi buruk perlu mendapatkan perhatian lebih karena selama masa nifas ibu akan mengalami banyak perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun psikis dimana perubahan ini dapat membuat ibu kemabali mengalami anemia lagi atau mengalami status gizi beruk lagi. Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Secara garis besar terdapat 3 proses penting di masa nifas, yaitu pengecilan rahim atau involusi, kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal, umumnya pada hari ke-3 samapi ke-5 pascapersalinan kadar Hb ibu sebesar 11-12 gr %, dan proses laktasi atau menyusui (Saleha, 2009, hh. 2-3). rnBayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologi berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik (Marmi & Kukuh, 2012, h. 1). Air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi (Saleha, 2009, h.9). ASI sangat penting terutama pada bayi-bayi dengan berat badan kurang, berat badan normal bayi saat lahir adalah 2500 – 4000 gr (Rukiyah & Yulianti 2012, h.7). Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Kristiyanasari 2010, h.65).rnBerdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2014. Dari 27 Puskesmas di Kabupaten Pekalongan terdapat 16.310 total keseluruhan sasaran ibu hamil, 2.714 (16,64 %) ibu hamil dengan KEK dan 2.234 (13,70%) ibu dengan anemia. Sasaran ibu hamil di Wonopringgo pada tahun 2014 adalah 780 ibu hamil, sekitar 96 (12,31 %) ibu hamil dengan KEK dan 57 (7, 31 %) ibu hamil dengan anemia. Berdasarkan permasalahan ini penulis tertarik untuk mengambil kasus ibu hamil dengan anemia sedang dan KEK di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan untuk memberi Asuhan Kebidanan Komperhensif dan Holistik kepada ibu dengan KEK dan Anemia sedang agar diagnosa potensial tidak terjadi, ibu sehat dan neonatus lahir dengan selamat.rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |