ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY.J DI DESA GEMBONG BERINGIN WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI 1 KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015
Pengarang : Syafiqoh Taufiqurrohmah, Nur Chabibah, Fitriya
Kata Kunci   :anemia ringan, serotinus, usia kehamilan resiko tinggi
A. Latar BelakangrnBerdasarkan penelitian World Health Organization di seluruh dunia, terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun. Kematian maternal dan perinatal tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. (Manuaba 2010, h.4).Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, dibandingkan dengan negara-negara di Asia. Angka kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2012 berdasarkan laporan dari kabupaten atau kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup(Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012). rnTerjadinya kematian ibu terkait faktor penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih di dominasi oleh perdarahan, eklampsi, dan infeksi, sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 4 terlalu yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 4 anak) dan jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu <2 tahun(Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012).rnPada wanita usia diatas 35 tahun pasti dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya seperti kondisi fisikibu hamil, penurunan kondisi rahim, dan penurunan kondisi otot-otot panggul. Kehamilan usia 35tahun keatas memiliki tingkat resiko yang lebih berat dari pada kehamilan muda. Pada usia tersebut, ibu juga mengalami resiko tinggi keguguran yang lebih besar.Ibu hamil diatas 35 tahun menjadi masalah karena dengan bertambahnya umur dan adanya kehamilan membuat ibu memerlukan ekstra energi untuk kehidupannya dan juga kehidupan janinyang sedang dikandung. Selain itu pada proses kelahiran dibutuhkan tenaga yang lebih besar lagi ditambah dengan adanya kelenturan dari jalan lahir dan keelastisannya juga semakin berkurang serta dapat mempengaruhi subionvolusi pada masa nifas sehingga tidak normal. Hal ini yang menyebabkan ibu usia diatas 35 tahun sangat beresiko(Proverawati 2009, h.47).rnResiko yang dapat terjadi pada ibu hamil usia diatas 35 tahun salah satunya yaitu perdarahan yang dapat membahayakan ibu dan bayinya. Perdarahan dalam kehamilanada beberapa macam seperti abortus, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, plasenta previa, solusio plasenta. Sedangkan perdarahan pada persalinan dan setelah bayi lahir bisa dikarenakan ruptura uteri, atonia uteri, retensio plasenta, danrobekan dinding vagina(Saifuddin 2009, h.145). rnPada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodialusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 g% dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 g% (Manuaba 2010, h.238).Berdasarkan data di Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia dengan proporsi yang hampir sama antara perkotaan (36,4%) dan pedesaan (37,8%) (Hasil Riskesdas, 2013).rnKeadaan anemia akan meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal meningkat. Selain itu, perdarahan antepartum dan post partum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan berakibat fatal. Kondisi tersebut disebabkan karena asupan zat besi (Fe) yang kurang, adanya infeksi parasit dan interval kehamilan yang pendek. Keadaan anemia sering menyebabkan ibu jatuh dalam kondisi mudah lelah, kekuatan fisik menurun, timbulnya gejala kardiovaskuler, presdiposisi infeksi masa nifas, dan resiko gangguan penyembuhan luka. Bagi hasil konsepsi, anemia dalam kehamilan dapat memberi pengaruh kurang baik seperti kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan, dan BBLR. (Proverawati 2010, h.119).rnWahid (2013) mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor usia ibu hamil dengan kejadian serotinus. Hal ini membuktikan bahwa usia ibu hamil <20 tahun secara biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sempurna, sedangkan ibu hamil dengan usia >35 tahun secara biologis alat-alat reproduksinya sudah mengalami kemunduran sehingga menyebabkankomplikasi baik dalam kehamilan maupun persalinan dan komplikasi yang abnormal diantaranya adalah kehamilan dan persalinan dengan serotinus.rnBahaya pada kehamilan serotinus salah satunya adalah insufisiensi plasenta, gawat janin, dan asfiksia. Dengan adanya bahaya tersebut, persalinan pada kehamilan serotinus bisa dipertimbangkan. Persalinan bisa dilakukan dengan spontan dan tindakan operatif. Persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta dan gawat janin. Sedangkan tindakanoperatif misalnya seksio caesarea karena adanya pertimbangan indikasi tertentu dengan resiko yang mungkin terjadi seperti gawat janin, perdarahan dan infeksi. Tindakan operatif pembedahan tersebut biasanya berlangsug singkat dan tanpa komplikasi (Saifuddin 2009, h.532).rnMasa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi khususnya pada masa nifas dengan tindakan persalinan seksio caesarea. Pada periode post partum perlu dilakukan pemantauan hemoglobin darah karena setelah melahirkan ibu mengalami kehilangan darah yang cukup banyak karena dapat menyebabkan anemia. Anemia pada masa nifas juga dapat memicu infeksi masa nifas. Infeksi lain adalah infeksi sayatan bedah luka bekas operasi karena kontaminasi langsung dari area sayatan dengan organisme pada rongga uterus pada saat pembedahan. rnrnrnUntuk pencegahan infeksi tersebut di perlukan perawatan luka bekas operatif yang steril dan personal hygiene yang baik (Saifuddin 2009, hh. 415). rnPada bayi dengan riwayat kehamilan lewat bulan juga memerlukan perhatian dan perawatan khusus. Hal ini dapat dipahami karena pada waktu kelahiran, bayi baru lahir mengalami sejumlah adaptasi. Bayi ini membutuhkan pemantauan ketat untuk menghadapi masa transisi dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di laur rahim, penanganan bayi baru lahir serotinus yang kurang baik dapat menyebabkan kelainan atau gangguan yang mengakibatkan sindrom postmaturitas,penurunan berat badan, cacat bawaan, bahkan kematian.Deteksi dini kelainan pada bayi serotinus juga diperlukan untuk mencegah kelainan atau gangguan yang berlebih (Saputra 2014, h.7). rnBerdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2014 terdapat 16.310 sasaran ibu hamil, danada 13.7% ibu hamil yang mengalami anemia dan ada 5% ibu hamil dengan serotinus, serta dari 39 kematian ibu ada 40%yang disebabkan faktor usia diatas 35 tahun. Dari data di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni1 ada 989 ibu hamil,dari data tersebut terdapat 4,25%ibu hamil dengan anemia, 2% ibu hamil dengan serotinus dan sebanyak 20%ibu hamildiatas usia 35 tahun di wilayah kerja puskesmas Kedungwuni1.rnrnrnBerdasarkan hal tersebut diatas maka penulis menyelesaikan laporan tugas akhir dengan memberikan asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny.Jdi Desa Gembong Beringin Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni1 Kabupaten Pekalongan Tahun 2015â€.rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |