ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. T DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DIWISMA 10 SETYOWATI RSJ prof. dr. SOEROJO MAGELANG
Pengarang : Pipit Janupitasari, Mokhamad Arifin, Nurul Aktif
Kata Kunci   :ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. T DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DIWISMA 10 SETYOWATI RSJ prof. dr. SOEROJO MAGEL
Latar Belakang. rnSehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal.rnDefinisi kesehatan menurut UU. No 23 tahun 1992 tentang kesehatan sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Definisi lain tentang kesehatan menurut World Healt Organization (WHO), kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. UU Kesehatan No. 9 tahun 1960 menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental sosial, cacat dan kelemahan. rnDefinisi-defisi kesehatan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan mencakup beberapa aspek penting, yaitu meliputi aspek sosial, fisik, dan mental (psikologis jiwa). Aspek sosial didasarkan pada keefektifan sosial seseorang yaitu kemampuan individu beradaptasi dan interaksi dengan lingkungan masyarakat, aspek fisik mengacu pada proses anatomis dan fisiologis tubuh seperti jantung,hati dan organ lain, sedangkan aspek mental/ psikologis mengacu pada gejala utama yaitu berupa perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang kemampuan pengendalian diri internal seseorang tidak mengalami tekanan, depresi karena mempengaruhi kesehatan jiwa ( Dalami, 2010 h. 4). rnKesehatan jiwa menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1996 adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara otimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. Menurut Kelliat dkk. (2005) Kesehatan jiwa adalah suatu kondis mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stres kehidupan dengan wajar, mampu bekerja dengan produktif, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima bersama orang lain, jika seseorang tidak bisa menerima dan mengontrol stres kehidupan dapat menyebabkan gangguan jiwa (Prabowo, 2014 h. 2).rnGangguan jiwa menurut American Psychiatric Assosiation (1994) mendefinisikan bahwa gangguan jiwa sebagai sindrom atau pola psikosis atau pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu berhubungan dengan adanya distres (misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau distabilitas (ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan (Prabowo, 2014 h. 7). Di indonesia diperkirakan 2-3% dari jumlah penduduk indonesia menderita gangguan jiwa berat, bila separuh dari mereka memerlukan perawatan dirumah sakit dan jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang berarti 120 ribu orang dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan dirumah sakit yang dibagi dibeberapa rumah sakit yaitu RSJ Marzoeki Mahdi, RSJ Sabang, RSJ Lawang, RSJ Semarang dan RSJ Magelang yang kebanyakan dari jumlah pasiennya mengalami gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia (Yosep & Sutini 2007, h. 21). rnSkizofrenia adalah psikosis menggabarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan mencakup waham dan halusinasi. Sekitar 3% populasi dari penderita yang signifikan; diagnosis yang paling umum adalah gangguan skizofrenia (gejala afektif dan skizofrenia jadi sama dan setara). Banyak orang yang salah mengartikan skizofrenia sebagai kepribadian sebelah (split personality) dimana seseorang dapat berperilaku normal namun tiba-tiba dapat berubah menjadi aneh dan berbaaya. Kenyataaanya skizofrenia (pikiran terbelah/split mind) pandai oleh terbelahnya hubungan normal persepsi, mood, pikiran, perilaku, dan kontak dengan kenyataaan. Emil capelin (1893) berpendapat bahwa perbedaan antara gangguan aktif bipolar (penyakit mani depresif), dimana fungsi normal didapat kembali setelah periode kambuhan dan demensia prekoks yang ditandai dengan penurunan fungsi mental yang ireversibel. Skizofrenia terjadi pada 15-20/100.000 individu pertahun, dengan risiko morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa, klien dengan Skizofrenia memiliki 5 (lima) gejala dan salah satu gejala yang paling umum muncul adalah halusinasi. Halusinasi sendiri didefenisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah (Katona, Cooper & Robertson, 2008 h.18).rnHalusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, sesuatu penerapan panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstern: persepsi palsu yang disebabkan oleh berbagai macam faktor salah satunya faktor psikologis dan stres lingkungan yang menimbulkan gejala pasien tampak bicara, senyum sendiri, menarik diri dari orang lain, tidak bisa membedakan antara kehidupan nyata dan kehidupan tak nyata, mengamuk dll. Akibat dari halusinasi yang tidak segera ditangani adalah resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan, hal ini disebabkan pasien berada dibawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu diluar kesadarannya, bila tidak ditangani langsung akan berbahaya sehingga perlu tindakan keperawatan (Herman, 2011 h. 109).rnBerdasarkan data dari bagian Penelitian dan Pengembangan RSJ prof. Dr. Soerojo Magelang bahwa jumlah penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun 2010 jumlah penderita mencapai 7.796 jiwa, pada tahun 2011 meningkat 0,23% jumlah penderita mencapai 8.340 jiwa, tahun 2012 turun 0,23% jumlah penderita 8.240 jiwa, pada tahun 2013 naik 0,9% jumlah penderita sebanyak 7.027 dengan klasifikasi sebagai berikut: penderita Halusinasi sebanyak 9.321 jiwa, pada tahun 2014 jumlah penderita naik 2,1 % dengan jumlah 9.591 jiwa. Dari jumlah keseluruhan jumklah penderita mencapai 43.288 jiwa.rnPenderita diwisma10 Setyowati RSJ prof. dr. Soerojo Magelang pada tahun 2014 berjumlah 362 jiwa jumlah halusinasi menduduki jumlah kasus terbanyak dengan 245 jiwa (67%), RPK dengan jumlah 68 jiwa (18%), Harga diri rendah dengan jumlah 9 jiwa (4%), dan Isolasi sosial berjumlah 7 jiwa (2%).rnMelihat tingginya angka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius dan menduduki jumlah terbanyak, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Nn. T dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di wisma 10 Setyowati RSJ prof. dr. Soerojo Magelang.rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |