ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY. R DI DESA AMBOKEMBANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KABUPATEN PEKALONGAN
Pengarang : Lulu Triska Andriyani, Nina Zuhana, Nur Chabib
Kata Kunci   :ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY. R DI DESA AMBOKEMBANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KABUPATEN PEKALONGAN
Indonesia menargetkan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1991-2015 dari 390 menjadi 305 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun 2020 kematian mencapai 4.627 kematian, meski terjadi penurunan AKI, namun tidak berhasil mencapai target yang harus di capai (Kemenkes RI, 2021, h. 100). Masalah kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak masih menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia yang mendesak untuk segera diselesaikan. Dilaporkan bahwa Angka Kematian Ibu dan Bayi masih jauh dari target RPJMN dan SDGs (Kemenkes RI, 2021).
Kematian ibu dapat disebabkan oleh penyebab langsung dan tak langsung. Penyebab kematian tidak langsung pada ibu adalah “Empat terlalu” dan “Tiga terlambat”. Maksud dari “Empat terlalu” adalah hamil terlalu muda usia (<16 tahun), hamil terlalu sering (jumlah anak lebih dari 3), hamil terlalu tua usia (>35 tahun) dan hamil terlalu dekat (jarak anak <2 tahun) (Kemenkes RI, 2018 h.121). Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah anemia dan perdarahan, dimana keduanya dapat disebabkan oleh plasenta previa (Serli, Anieq & Nadyah 2018, h. 92).
Perdarahan menempati presentase tertinggi (30,3%) penyebab kematian ibu yang diantaranya adalah plasenta previa. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Di Indonesia angka kejadian plasenta previa adalah 1,7%-2,9% dari seluruh persalinan (Arisani, Hatini, Noordiati, 2017, h. 13). Kejadian plasenta previa tentu terdapat hubungan dengan usia ibu ≥ 35 tahun, wanita dengan paritas 2-4 dan jarak kehamilan < 2 tahun (Suparman, Mewengkang, Pawa, 2015, h. 25).
Kehamilan dengan jarak kehamilan < 2 tahun dapat mengakibatkan abortus, BBLR, nutrisi kurang, dan waktu/lama menyusui berkurang untuk anak sebelumnya (Putri & Ismiyatun, 2020, h. 48). Selain itu, dapat mengakibatkan plasenta previa. Plasenta previa memerlukan penanganan dan perhatian karena saling mempengaruhi dan merugikan janin dan ibunya. Dampak yang ditimbulkan dari plasenta previa pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok sampai dengan kematian, anemia karena perdarahan, plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti asfiksia berat. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio sesarea, kelainan letak janin, perdarahan pasca persalinan, kematian maternal akibat perdarahan dan disseminated intravascular coagulation (DIC) (Maesaroh S and Oktarina Y, 2016).
Pengakhiran dari kehamilan dengan plasenta previa salah satunya persalinan dengan SC, persalinan membutuhkan pengawasan yang lebih ketat, bukan hanya saat melahirkan saja tetapi juga pada masa nifas, ibu masih rawan untuk mengalami perdarahan. Persalinan SC memiliki resiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi dibanding persalinan normal. Faktor yang paling banyak adalah faktor anastesi, pengeluaran darah oleh ibu selama proses operasi, komplikasi penyulit, endometritis, tromboplebitis, embolisme, pemulihan bentuk dan letak rahim menjadi tidak sempurna (Suarniti, Budiani, Sekarini, 2021, h. 175).
Persalinan secara operasi SC tentu meninggalkan risiko komplikasi yang terjadi pada ibu nifas post SC yaitu terjadinya infeksi pada luka operasi, kemungkinan terjadinya keloid, perdarahan berlebihan, dan berisiko panjang (Dewi & Wawan, 2017). Masa nifas (postpartum) merupakan periode kritis baik bagi ibu maupun bayinya, sehingga seorang ibu yang mengalami fase nifas membutuhkan perawatan khusus untuk memperbaiki kondisi kesehatan tubuhnya termasuk dengan perhatian terhadap penyembuhan luka dengan perawatan dan meningkatkan asupan nutrisi terutama protein, hal ini penting dilakukan karena apabila luka tersebut tetap terbuka maka akan menjadi jalur masuknya kuman yang dapat menyebabkan infeksi (Purnani W, 2019, h. 144).
Persalinan dengan SC menyebabkan neonatus tidak mengalami kompresi toraks seperti yang dialami neonatus pada persalinan spontan sehingga menyebabkan gangguan pernafasan yang persisten. Kompresi toraks tersebut terjadi pada persalinan kala II yang akan mendorong cairan keluar dari saluran pernafasan. Cairan yang tidak keluar pada saluran pernapasan neonatus akan menyebabkan neonatus mengalami asfiksia (Novira, A & Nindya, S 2021, h. 64). Adapun dampak dari anestesi persalinan section caesarea mempunyai pengaruh depresi pusat pernafasan bayi sehingga mengalami dapat mengalami asfiksia (Fahriani, M, 2019,h. 81). Sehingga perlu waspada adanya kejadian asfiksia yang dapat memicu kematian bayi baru lahir.
Penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi berat badan lahir 35,2%, asfiksia 27,4%, infeksi 3,4%, kelainan kongenital 11,4%, tetanus neonatorum 0,3%, dan lain-lain 22,5%. Dalam mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu dengan melakukan asuhan pada 6-48 jam setelah lahir (KN1), umur 3-7 hari (KN 2), dan umur 8-28 hari (KN 3) (Kemenkes RI, 2021, h. 117).
Dalam mengurangi risiko yang terjadi, upaya yang dilakukan penulis untuk Ny. R dalam kehamilan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, melakukan kolaborasi dengan dr. Sp.OG, perencanaan persalinan.
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2022 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |