ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA Ny.A DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN
Pengarang : Ayu Kurniasih, Rini Kristiyanti, Lia Dwi Prafit
Kata Kunci   :kpd
BAB IrnPENDAHULUANrnrnA. Latar Belakangrn Data hasil Suvei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 sebanyak 5019 orang, dan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 bayi (Kemenkes RI, 2014). Penyebab Angka Kematian Ibu ini dibagi dalam 2 golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan sebagainya (Saifuddin 2009, h.7). rn Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi, dan eklamsia (Saifuddin 2008, h.6). Menurut data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa 50% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan (27%) dan eklamsia (23%). Sedangkan penyebab tak langsung kematian ibu di Indonesia antara lain anemia, kurang energi kronis (KEK) dan keadaaan “4 terlalu†(Saifuddin 2008, h.6). Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan (Saifuddin 2008, h.281).rn Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan patologis. Kehamilan patologis sendiri tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur. Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan atau keselamatan ibu hamil (Saifuddin 2009, h.281).rn Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering menyamarkan diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajian pengobatannya (Cunningham 2005, h.1463). Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35-37% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang dan 12% di negara yang lebih maju (Saifuddin 2009, h.777). rn Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5%, sedangkan di Amerika hanya 6% (Saifuddin 2008, h.281). Handayani dan Hariwibowo (2008, h.38) melaporkan bahwa penelitian Husaini tahun 2008 perkiraan prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia adalah sebanyak 50-70%. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Saifuddin 2008, h.281). rn Pengaruh anemia terhadap kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai (Norwitz dan Schorge 2007, h.119). Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini (Saifuddin 2009, h.677). Insidensi ketuban pecah dini pada usia kehamilan cukup bulan adalah 8-10%, sedangkan 2-4% terjadi pada ketuban pecah dini saat preterm dan 7-10% ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan kembar (Norwitz dan Schorge 2007, h.119). rn Insidensi ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina/serviks. Kemungkinan komplikasi akibat ketuban pecah dini antara lain persalinan dan persalinan prematur, infeksi intrauterin, dan kompresi tali pusat akibat prolaps tali pusat atau oligohidramnion (Varney 2007, hh.788-789). Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm (Sujiyatini 2009, h.17).rn Laporan tahun 2014 Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa prevalensi KPD selama tahun 2014 sebanyak 432 kasus, sedangkan untuk angka kejadian di wilayah Puskesmas Wonopringgo sendiri, selama tahun 2014 terdapat 1 kasus (0,23%) dengan ketuban pecah dini. Sedangkan data yang diperoleh dari Ruang VK RSI Muhammadiyah Pekajangan menunjukkan bahwa jumlah kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) selama bulan Januari hingga 10 Februari 2015 sebanyak 52,8% ( 28 kasus ) dari jumlah seluruh persalinan yaitu 53 persalinan. Angka ini menunjukkan bahwa hampir 50% ibu hamil mengalami ketuban pecah dini pada masa persalinannya. rn Bahaya lain dari anemia saat persalinan yaitu gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus lama, kala kedua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri. Sedangkan untuk bahaya saat nifas sendiri mungkin terjadi subinvolusi yang akan menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae. Pada janin walaupun tampaknya mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba 2010, h.240).rn Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarga secara fisiologis, emosional, dan sosial. Baik di negara maju maupun berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaktersediaan pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan (Saifuddin 2009, h.357).rn Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin pada saat kontraksi rahim. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Ada yang berpendapat bahwa gawat janin memang benar terjadi berkaitan dengan asfiksia. Asfiksia baru dapat ditentukan bila terdapat gejala neurologik atau skor APGAR kurang dari tiga (Gulardi, 2004). Akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Asril 2007, h.97).rn Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 angka kejadian gawat janin sebesar 21,6%. Indonesia menunjukkan kejadian gawat janin relatif cukup banyak (34,7%) terutama terjadi pada persalinan yang diantaranya bradikardi sebesar 11,4% dan takikardi sebesar 13,2% dari 100.000 kelahiran hidup.rn Periode neonatal merupakan suatu periode yang krisis nantinya akan memperngaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi bahkan sampai dewasa. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kematian. (Mochtar Rustam 2008, h.119). Ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, menjaga suhu tubuh bayi, terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pemberian air susu ibu (ASI) dalam rangka menurunkan angka kematian oleh karena diare. Pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi pemantau kesehatan bayi dan anak. rn Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2014 diketahui dari 27 puskesmas menunjukan jumlah ibu hamil 16.310 dengan cakupan Fe1 sebanyak 96% (15.658) dan Fe 3 adalah 91,81% (14.975). Prevalensi anemia di Puskesmas Wonopringgo menurut data Dinas Kesehatan adalah sebanyak 7,31% (57 orang) dari total ibu hamil sebanyak 780 ibu hamil. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. A Di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2015â€. rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |