ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA Ny.H HAMIL DENGAN HIPERTENSI KRONIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN
Pengarang : Dessy Puspaning Tyas, Rini Kristiyanti, Siti Khuzaiy
Kata Kunci   :hipertensi
BAB IrnPENDAHULUANrnrnA. Latar belakangrnMenurut data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima kementrian kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2012 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak (DEPKES RI, 2014).rnAngka kematian ibu di Provinsi jawa Tengah tahun 2012 berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan AKI tahun 2012 adalah sebesar 359/100.000 kelahiran hidup. Sebesar 57,93% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar 24,74% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar 66,96%, kemudian pada kelompok umur ≥ 35 tahun sebesar 26,67% dan pada kelompok umur ≤ 20. Angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka AKB di Profinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampui target (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012).rnLima penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).rnResiko tinggi pada kehamilan mempunyai kemungkinan lebih besar terjadi komplikasi persalinan dengan resiko lebih besar pula untuk terjadi kematian, kesakitan, kecacatan, ketidakpuasan, ketidaknyamanan (5K) pada ibu atau bayi baru lahir. Faktor resiko merupakan suatu keadaan atau ciri tertentu pada seseorang atau suatu kelompok ibu hamil yang dapat menyebabkan risiko/bahaya kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Faktor resiko dikelompokkan dalam 3 kelompok FR, yaitu I, II, III dengan berturut-turut ada 10, 8, dan 2. Kelompok faktor resiko I: Ada-Potens-Gawat-Obstetrik/APGO dengan 7 terlalu dan 3 pernah. Tujuh terlalu adalah primi muda, primi tua, primi tua sekunder, umur ≥ 35 tahun, grande multi, anak terkecil umur Ë‚ 2 tahun, tinggi badan rendah ≤ 145 cm dan 3 pernah adalah riwayat obstetri yang jelek, persalinan lalu mengalami perdarahan pascapersalinan dengan infus/transfusi, uri manual, tindakan pervaginam, bekas operasi sesar. rnHipertensi dalam kehamilan dapat timbul pada ibu dengan umur relatif tua di atas 35 tahun, mempunyai tekanan darah yang sangat tinggi dan umumnya multipara. Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu yang tinggi disamping kasus perdarahan dan infeksi. Gangguan hipertensi terjadi pada 5-10% dari seluruh kehamilan dan didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Pada negara-negara berkembang angka kejadian kematian karena hipertensi dalam kehamilan sekitar 16%, lebih besar dibandingkan penyebab lain, perdarahan, aborsi dan sepsis. Di Indonesia hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Insiden preeklamsia dan eklamsia berkisar 4-9% pada wanita hamil, 3-7% terjadi pada nulipara dan 0,8-5% pada multipara. Angka kejadian preeklamsia di Indonesia berkisar antara 3-10%. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius terhadap ibu hamil dengan penyakit ini (Wibowo, 2013).rnTekanan darah yang konsisten 140/90 mmHg atau lebih pada dua kali pemeriksaan yang berjarak lebih dari 24 jam selama 20 minggu pertama kehamilan, menunjukkan bahwa hipertensi yang terjadi merupakan masalah kronis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Diagnosis dapat sulit ditetapkan karena adanya perubahan tekanan darah pada kehamilan. Hal ini dapat menjadi masalah, terutama pada ibu yang terlambat memeriksakan kehamilannya tanpa data dasar hasil pengukuran tekanan darah. Ibu yang menderita hipertensi kronis menunjukkan penurunan tekanan darah yang lebih besar selama kehamilan daripada ibu bertekanan darah normal. oleh karena itu, hipertensi kronis dapat tidak terdeteksi, kecuali jika ibu memeriksakan diri sebelum atau di awal kehamilan. Komplikasi yang dapat terjadi pada merekan yang menderita hipertensi kronis berat atau yang dipersulit preeklamsia. Dan meliputi gagal ginjal serta perdarahan serebral. Pada 1-2% kasus, ensefalopati hipertensif dapat terjadi jika tekanan darah tiba-tiba meningkat hingga lebih dari 250/150 mmHg.rnFaktor presdisposisi hipertensi pada kehamilan lebih sering dijumpai pada wanita berusia lebih tua. Obesitas adalah faktor predisposisi penting lainnya, dan seperti hipertensi kronik dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat pada wanita obesitas dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas. Selain itu, wanita obesitas dengan hipertensi kronik lebih mungkin mengalami preeklamsia. Seperti yang diperkirakan pada wanita yang lebih tua dan biasanya obesitas, diabetes melitus juga sering terjadi. Hereditas, yang mencakup faktor ras, berperan penting dalam timbulnya hipertensi kronik. Penyakit ini sering dijumpai banyak anggota dari satu keluarga mengidap hipertensi (Cuningham, 2005.h.1353).rnPersalinan dan kelahiran merupakan kejadin fisiologi yang normal. persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 munggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2008.h.100). pada wanita dengan hipertensi kronik terkontrol baik tanpa komplikasi yang telah mencatat perkembangan janin serta volume cairan amnion yang normal, persalinan ditunggu hingga aterm. Pertimbangkan khusus untuk pelahiran sebelum aterm pada wanita dengan gestasi multi janin dapat disarankan (Cuningham, 2012.h.1046).rnMasa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2008.h.122).rnMasa neonatus merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantaun melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang duberikan kepada ibu hamil. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan pranatal yang memadai dan penanggulangan faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal yang meliputi: perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia dan hipotermia (saifuddin, 2008.h.132).rnBerdasarkan data yang didapat penulis dari Dinas Kesehatan, selama satu tahun terakhir yaitu data dari bulan Januari-Desember 2014 didapatkan bahwa di Kabupaten Pekalongan mempunyai 16310 sasaran ibu hamil dan diantara ibu hamil tersebut 1,74% (284 orang) dengan toxaemia/PEB, 0,16% (27 orang) dengan faktor resiko kehamilan multigrande.rnDari uraian diatas, penyebab kematian ibu terbanyak di Kabupaten Pekalongan adalah Preeklamsia. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat kasus hipertensi kronik yang berisiko menjadi preeklamsia, yang mungkin dijumpai pada hampir 25% diantara para wanita yang menderita hipertensi kronik. Kriteria ibu hamil yang memiliki hipertensi kronik diantaranya usianya lebih dari 35 tahun, pernah melahirkan (multipara) dan memiliki riwayat hipertensi, baik pribadi maupun keluarga. rnSedangkan data dari Puskesmas Kedungwuni 1 merupakan salah satu Puskesmas Kabupaten Pekalongan mempunyai sasaran ibu hamil 989 orang dan terdapat ibu hamil dengan preeklamsia 1,72% (17 orang), ibu hamil dengan faktor resiko umur lebih dari 35 tahun 6,48% (64 orang), dan ibu hamil dengan faktor resiko multigrande 3,9% (39 orang) dan riwayat obstetri yang jelek 1,4% (14 orang). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penyusunan Laporan tugas akhir ini Penulis tertarik mengambil judul “Asuhan Kebidanan pada Ny. H di Wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Tahun 2015â€.rn
Referensi
-
Properti | Nilai Properti |
---|---|
Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
[email protected] | |
Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
Telepon | (0285) 7832294 |
Tahun | 2015 |
Kota | Pekalongan |
Provinsi | Jawa Tengah |
Negara | Indonesia |