ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY. S DI PERUMAHAN PISMA KEDUNGWUNI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN
Kata Kunci   :KEBIDANAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu. AKI telah mengalami penurunan dari sebesar 346 kematian (SP 2010) menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2016). Target SDGs global, penurunan AKI menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Penyebab kematian ibu sangatlah beragam, akan tetapi kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh beberapa penyebab utama yaitu perdarahan sebanyak 27,1%, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 22,1%, dan lain-lain sebanyak 30,2% (Kemenkes RI 2018). Angka Kematian Ibu disebabkan karena risiko yang dihadapi ibu selama masa kehamilan, persalinan, maupun nifas. Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil meliputi gizi ibu hamil, kesehatan yang kurang baik pada saat sebelum maupun dalam masa kehamilan, adanya komplikasi pada kehamilan, adanya ketersediaan fasilitas kesehatan khususnya pelayanan terhadap prenatal dan obstetri. Selain itu, ada empat kriteria “terlalu” juga yang menjadi penyebab kematian dalam maternal, yaitu terlalu muda usia ibu untuk melahirkan (usia < 20 tahun), terlalu tua usia ibu untuk melahirkan (> 35 tahun), terlalu banyak jumlah anak (anak > 4 orang), dan terlalu dekat jarak antara setiap kelahiran (< 2 tahun) (Dinkes Jawa Tengah, 2017). Selain empat kriteria “terlalu”, didalam kehamilan juga bisa disertai faktor risiko lainnya. Faktor risiko yang dapat menyertai bisa rendah, sedang ataupun tinggi dalam suatu kehamilan sehingga dapat dianggap sebagai masalah kesehatan. Faktor risiko tersebut antara lain primi muda, primi tua, usia ibu > 35 tahun, primi tua sekunder, grande multi, tinggi badan < 145 cm, riwayat obstetri jelek, riwayat persalinan dengan tindakandan bekas operasi sesar (Rohyati, 2011). Pada ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan anemia karena adanya daya tahan tubuh dan cadangan zat besi pada ibu hamil yang mulai menurun dan mudah terkena infeksi saat kehamilan (Maryunani, 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevelensi ibu hamil yang mengalami anemia meningkat dibandingkan hasil Riskerdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1%. Dari data tahun 2018, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6%, usia 24-34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6%, dan usia 45-54 tahun sebesar 24%. Pemerintah melakukan upaya pencegahan dalam penanggulangan kasus anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe dan asam folat kepada seluruh ibu hamil selama masa kehamilan yang bertujuan menurunkan angka kasus anemia pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kematian ibu hamil (KEMENKES RI, 2017). Permasalahan lain pada kehamilan juga dengan kelainan letak. Kelainan letak dalam kehamilan adalah keadan patologis yang erat kaitanya dengan kematian ibu atau janin. Kelainan letak dapat berupa letak lintang atau letak sungsang (Norma &Dwi ,2018). Penyebab kasus bayi letak sungsang antara lain multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion, hidrosefalus, anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus, kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri. Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida (Sukarni & Sudarti 2014). Pada umumnya persalinan merupakan suatu proses yang alamiah, bukan suatu penyakit, tetapi setiap proses persalinan pada setiap ibu hamil memiliki kesulitan dan masalah yang berbeda-beda. Salah satu permasalahn yang terjadi pada proses persalinan yaitu persalinan dengan kelainan letak.Kehamilan letak sungsang disarankan untuk dilakukan tindakan persalinan secara seksio cesaria untuk mengurangi risiko yang dapat terjadi pada ibu maupun janinnya tetapi persalinan pervaginam juga dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu (Kumar, 2014). Setelah masa persalinan seorang ibu akan mengalami masa nifas. Masa nifas merupakan masa kritis pada ibu maupun bayinya karena dapat timbul suatu komplikasi sehingga selama masa nifas berlangsung memerlukan asuhan kebidanan sesuai dengan kebutuhan ibu dan bayinya. Salah satu tujuan asuhan pada masa nifas yaitu mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya (Elisabeth dll, 2017). Komplikasi pada ibu dan bayi selama masa nifas dapat dicegah dengan cara melakukan kunjungan nifas selama masa nifas berlangsung. Kunjungan masa nifas dilakukan selama empat kali dengan tujuan-tujuan tertentu disetiap kunjungannya (Purwanti, 2012). Selain itu, asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan neonatus juga asuhan yang tidak terpisahkan dari asuhan kebidanan pada persalinan. Bayi (neonatus) adalah masa atau tahapan pertama kehidupan seseorang manusia setelah lahir dari dalam rahim seorang ibu sampai usia dua puluh delapan hari. Kelainan letak pada ibu pada saat persalinan dapat berisiko juga terhadap bayinya. Risiko yang dapat terjadi pada bayi yaitu cidera pada tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah, lengan janin menumbung melalui vagina, terjadi kematian janin (Mangkuji et al 2014, h. 179). Pada masa ini dilakukan kunjungan neonatus sebanyak 3 kali supaya dapat dilakukan pencegahan komplikasi yang dapat terjadi pada bayi baru lahir (KEMENKES RI, 2013). Berdasarkan dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2019 diketahui jumlah ibu hamil sebanyak 17.462 dari 27 puskesmas yang ada di Kabupaten Pekalongan. Ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 5,87% (1.025 ibu hamil), ibu hamil yang mengalami kehamilan dengan letak sungsang sebesar 2,46% (461 ibu hamil), ibu hamil terlalu tua dengan usia ≥ 35 tahun sebesar 7,22% (1262 ibu hamil), ibu hamil yang terlalu sering hamil/ hamil lebih dari 4 kali sebesar 1,41% (246 ibu hamil), dan ibu hamil yang memiliki riwayat obstetri jelek sebesar 2,11% (370 ibu hamil). Jumlah ibu hamil di Puskesmas Kedungwuni I selama satu tahun terakhir yaitu dari bulan Januari-November 2019, diketahui bahwa sasaran ibu hamil sebanyak 931 orang, ibu hamil yang mengalami anemia 2,9% (27 ibu hamil), ibu hamil yang mengalami kehamilan dengan letak sungsang sebanyak 1,07% (10 ibu hamil), ibu hamil terlalu tua dengan usia ≥ 35 tahun sebanyak 7,2% (67 ibu hamil), ibu hamil yang terlalu sering hamil/ hamil lebih dari 4 kali sebanyak 0,86% (8 ibu hamil), dan ibu hamil yang memiliki riwayat obstetri jelek sebanyak 0,42% (4 ibu hamil) dari 931 ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Kehamilan pada Ny. Sdengan risiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Tahun 2020”.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu. AKI telah mengalami penurunan dari sebesar 346 kematian (SP 2010) menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI 2016). Target SDGs global, penurunan AKI menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Penyebab kematian ibu sangatlah beragam, akan tetapi kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh beberapa penyebab utama yaitu perdarahan sebanyak 27,1%, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 22,1%, dan lain-lain sebanyak 30,2% (Kemenkes RI 2018). Angka Kematian Ibu disebabkan karena risiko yang dihadapi ibu selama masa kehamilan, persalinan, maupun nifas. Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil meliputi gizi ibu hamil, kesehatan yang kurang baik pada saat sebelum maupun dalam masa kehamilan, adanya komplikasi pada kehamilan, adanya ketersediaan fasilitas kesehatan khususnya pelayanan terhadap prenatal dan obstetri. Selain itu, ada empat kriteria “terlalu” juga yang menjadi penyebab kematian dalam maternal, yaitu terlalu muda usia ibu untuk melahirkan (usia < 20 tahun), terlalu tua usia ibu untuk melahirkan (> 35 tahun), terlalu banyak jumlah anak (anak > 4 orang), dan terlalu dekat jarak antara setiap kelahiran (< 2 tahun) (Dinkes Jawa Tengah, 2017). Selain empat kriteria “terlalu”, didalam kehamilan juga bisa disertai faktor risiko lainnya. Faktor risiko yang dapat menyertai bisa rendah, sedang ataupun tinggi dalam suatu kehamilan sehingga dapat dianggap sebagai masalah kesehatan. Faktor risiko tersebut antara lain primi muda, primi tua, usia ibu > 35 tahun, primi tua sekunder, grande multi, tinggi badan < 145 cm, riwayat obstetri jelek, riwayat persalinan dengan tindakandan bekas operasi sesar (Rohyati, 2011). Pada ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan anemia karena adanya daya tahan tubuh dan cadangan zat besi pada ibu hamil yang mulai menurun dan mudah terkena infeksi saat kehamilan (Maryunani, 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevelensi ibu hamil yang mengalami anemia meningkat dibandingkan hasil Riskerdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1%. Dari data tahun 2018, jumlah ibu hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar 84,6%, usia 24-34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6%, dan usia 45-54 tahun sebesar 24%. Pemerintah melakukan upaya pencegahan dalam penanggulangan kasus anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe dan asam folat kepada seluruh ibu hamil selama masa kehamilan yang bertujuan menurunkan angka kasus anemia pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kematian ibu hamil (KEMENKES RI, 2017). Permasalahan lain pada kehamilan juga dengan kelainan letak. Kelainan letak dalam kehamilan adalah keadan patologis yang erat kaitanya dengan kematian ibu atau janin. Kelainan letak dapat berupa letak lintang atau letak sungsang (Norma &Dwi ,2018). Penyebab kasus bayi letak sungsang antara lain multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion, hidrosefalus, anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus, kelainan bentuk uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri. Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida (Sukarni & Sudarti 2014). Pada umumnya persalinan merupakan suatu proses yang alamiah, bukan suatu penyakit, tetapi setiap proses persalinan pada setiap ibu hamil memiliki kesulitan dan masalah yang berbeda-beda. Salah satu permasalahn yang terjadi pada proses persalinan yaitu persalinan dengan kelainan letak.Kehamilan letak sungsang disarankan untuk dilakukan tindakan persalinan secara seksio cesaria untuk mengurangi risiko yang dapat terjadi pada ibu maupun janinnya tetapi persalinan pervaginam juga dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu (Kumar, 2014). Setelah masa persalinan seorang ibu akan mengalami masa nifas. Masa nifas merupakan masa kritis pada ibu maupun bayinya karena dapat timbul suatu komplikasi sehingga selama masa nifas berlangsung memerlukan asuhan kebidanan sesuai dengan kebutuhan ibu dan bayinya. Salah satu tujuan asuhan pada masa nifas yaitu mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya (Elisabeth dll, 2017). Komplikasi pada ibu dan bayi selama masa nifas dapat dicegah dengan cara melakukan kunjungan nifas selama masa nifas berlangsung. Kunjungan masa nifas dilakukan selama empat kali dengan tujuan-tujuan tertentu disetiap kunjungannya (Purwanti, 2012). Selain itu, asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dan neonatus juga asuhan yang tidak terpisahkan dari asuhan kebidanan pada persalinan. Bayi (neonatus) adalah masa atau tahapan pertama kehidupan seseorang manusia setelah lahir dari dalam rahim seorang ibu sampai usia dua puluh delapan hari. Kelainan letak pada ibu pada saat persalinan dapat berisiko juga terhadap bayinya. Risiko yang dapat terjadi pada bayi yaitu cidera pada tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah, lengan janin menumbung melalui vagina, terjadi kematian janin (Mangkuji et al 2014, h. 179). Pada masa ini dilakukan kunjungan neonatus sebanyak 3 kali supaya dapat dilakukan pencegahan komplikasi yang dapat terjadi pada bayi baru lahir (KEMENKES RI, 2013). Berdasarkan dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2019 diketahui jumlah ibu hamil sebanyak 17.462 dari 27 puskesmas yang ada di Kabupaten Pekalongan. Ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 5,87% (1.025 ibu hamil), ibu hamil yang mengalami kehamilan dengan letak sungsang sebesar 2,46% (461 ibu hamil), ibu hamil terlalu tua dengan usia ≥ 35 tahun sebesar 7,22% (1262 ibu hamil), ibu hamil yang terlalu sering hamil/ hamil lebih dari 4 kali sebesar 1,41% (246 ibu hamil), dan ibu hamil yang memiliki riwayat obstetri jelek sebesar 2,11% (370 ibu hamil). Jumlah ibu hamil di Puskesmas Kedungwuni I selama satu tahun terakhir yaitu dari bulan Januari-November 2019, diketahui bahwa sasaran ibu hamil sebanyak 931 orang, ibu hamil yang mengalami anemia 2,9% (27 ibu hamil), ibu hamil yang mengalami kehamilan dengan letak sungsang sebanyak 1,07% (10 ibu hamil), ibu hamil terlalu tua dengan usia ≥ 35 tahun sebanyak 7,2% (67 ibu hamil), ibu hamil yang terlalu sering hamil/ hamil lebih dari 4 kali sebanyak 0,86% (8 ibu hamil), dan ibu hamil yang memiliki riwayat obstetri jelek sebanyak 0,42% (4 ibu hamil) dari 931 ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Kehamilan pada Ny. Sdengan risiko tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Tahun 2020”.
Referensi
-
| Properti | Nilai Properti |
|---|---|
| Organisasi | Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan |
| umpp.pekalongan@yahoo.com | |
| Alamat | Jl. Raya Pekajangan No. 1A Kedungwuni Pekalongan |
| Telepon | (0285) 7832294 |
| Tahun | 2020 |
| Kota | Pekalongan |
| Provinsi | Jawa Tengah |
| Negara | Indonesia |